Ada banyak gelar yang bisa disematkan pada Indonesia. Sebagian gelar yang membanggakan, sebagian lagi tidak. Salah satu yang tidak membanggakan adalah gelar sebagai "gudangnya sampah plastik".
Dari seluruh sampah plastik yang ada di laut dunia, 10 persennya disumbangkan oleh Indonesia. Tak ayal, Indonesia berada di posisi kedua setelah Cina sebagai negara yang paling berkontribusi menambah jumlah sampah plastik dunia.
Sekjen Ikatan Pemulung Indonesia Asan Bakri mengungkapkan, sampah plastik merupakan sampah yang paling sulit pengelolaannya. Satu-satunya cara yang bisa ditempuh adalah dengan cara mendaur ulang sampah tersebut
Menurut Asan, apabila penanganan sampah plastik dilakukan dengan dibakar atau dikubur, tetap akan menjadi masalah. "Belum lagi proses penguraiannya memerlukan waktu 500 sampai seribu tahun," katanya pada acara Seminar Sehari CSR dan Bisnis Sampah Plastik di Hotel Harris, Tebet, Jakarta, Rabu (25/01).
Selain mengatasi sampah plastik, daur ulang juga mendatangkan berbagai manfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Salah satu kontribusi nyata yang dapat timbul dari proses penanganan sampah lewat daur ulang, lanjut Asan, adalah mengurangi pengangguran.
Selain itu, daur ulang sampah plastik juga dapat mengurangi beban tempat pembuangan akhir (TPA), mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mengurangi risiko banjir. Bahkan, menurut Asan, adanya proses daur ulang juga akan menekan jumlah kematian hewan air laut.
"Tentunya kita tidak ingin keindahan laut dan pantai Indonesia sampai hilang akibat sampah. Apalagi, sampai seluruh permukaan lautan tertutupi sampah," katanya menambahkan.
Saat ini, sekurang-kurangnya 0,5 kilogram sampah disumbangkan setiap individu per harinya. Tak heran, untuk wilayah Jakarta saja, 6.500 ton sampah dihasilkan setiap harinya. Bahkan, saat Idul Fitri tiba, sampah di Jakarta akan meningkat hingga menjadi 8.000 ton per hari.
Menurut Asan, angka yang terbilang mencengangkan tersebut hanya untuk wilayah Jakarta. "Jika sampah plastiknya tidak didaur ulang, TPA pun tidak akan cukup menampungnya," ungkapnya.
Tiga solusi penanganan
Pengamat CSR, Jalal, mengungkapkan, untuk mengurangi sampah plastik, tanggung jawab sosial dari para perusahaan juga harus meningkat. Hal itu mengingat perusahaan yang tak henti memproduksi sehingga berujung pada terus meningkatnya jumlah sampah.
"Minimalnya ada tiga cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi sampah. Yaitu, perusahaan harus punya program pengelolaan sampah, memilih bahan baku yang mengurangi sampah, dan harus mau menarik kembali sampah," jelasnya.
Menurut Jalal, ketiga cara itu juga telah sesuai dengan pedoman CSR bidang lingkungan. Yakni recycled (mendaur ulang), reducted (mengurangi), dan reuse (menggunakannya kembali).
Perusahaan juga harus bisa menjalankan kewajibannya kepada konsumen, yaitu memberikan edukasi kepada konsumen. "Perusahaan bisa menjelaskan pada konsumen, penggunaan produk ini akan menimbulkan sampah dalam jumlah tertentu," ujarnya.
Perusahaan juga wajib menyediakan layanan pengelolaan sampah bagi konsumen. Malah, lanjut Jalal, perusahaan harus mampu menawarkan produk yang menguntungkan konsumen sekaligus menekan jumlah sampah.
Lebih jauh, ia mencontohkan keberadaan puntung rokok yang menjadi sampah paling banyak di Indonesia. Sayangnya, hingga saat ini belum ada perusahaan rokok yang mampu memberikan solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Pengelolaan sampah merupakan kewajiban bagi seluruh masyarakat. Setiap orang harus terlibat di dalamnya. Entah itu individu, pemerintah, ataupun perusahaan. "Perusahaan kan telah mampu meraih penghasilan yang besar. Masak untuk menyediakan tempat sampah aja tidak mampu," ujar Jalal.
Pengusaha juga dituntut lebih cermat agar tidak menimbulkan sampah yang tidak perlu. Seandainya memang harus menimbulkan sampah, menurut Jalal, perusahaan jangan sampai lupa untuk memberikan solusi terkait pengelolaannya. c93 ed: Setyanavidita Livikacansera