Jihad tak hanya bagi rakyat jelata, tapi jihad juga berlaku untuk para pemimpin. Jika men cegah kemungkaran de ngan tangan, dalam Hadis Ri wa yat Muslim ditafsirkan sebagai kekuasaan, artinya seorang pe ngua sa dan pemimpin negara men jadi pionir utama untuk mencegah ke mungkaran di wilayah kekuasaannya. Ia bertanggung jawab di hadapan Allah atas kemaksiatan dan kemungkaran yang ia biarkan begitu saja.
Sekretaris Jenderal Konferensi Para Ulama dan Cendekiawan Muslim se-Dunia (ICIS) KH Hasyim Muzadi mengungkapkan, jihad bagi seorang pemimpin adalah bagaimana mengendalikan diri dari godaan penyalahgunaan kekuasaan.
Di samping itu, jihad terbesar bagi seorang pemimpin adalah bagaimana memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada rakyat. Sebagaimana pepatah Arab mengatakan, "Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka."
Menjadi pemimpin, katanya, berarti siap menjadi pelayan bagi rakyatnya. Bagi pemimpin itu adalah menjaga dirinya agar amanah yang ia emban tidak dipergunakan untuk kepentingan diri sendiri seperti memperkaya diri. "Ia harus prioritaskan untuk kepentingan orang banyak," papar Hasyim yang juga mantan ketua umum PBNU ini kepada Republika, Selasa (19/8).
Di samping itu, seorang pemimpin juga bertanggung jawab untuk mencegah kemungkaran yang terjadi. Mence gah kemungkaran itu sesuai dengan kondisi yang dituntut. Misalkan, ter jadi kemungkaran budaya, mesti disele saikan menurut porsinya. Jangan menyelesaikannya dengan fi sik. "Jika seperti di Palestina itu iya, kita diserang jadi kita harus menyerang," ujarnya.
Kearifan seorang pemimpin itulah yang dituntut. Bagaimana cara mencegah kemungkaran sesuai dengan kondisi tuntunan situasi dan kondisi. Selama pemimpin masih menjalankan sistem pemerintahannya dengan baik, rakyat harus taat.
Menurut Hasyim, rakyat tidak bisa mengambil keputusan dan main hakim sen diri terhadap kemungkaran yang terjadi. Ia mengingatkan, jangan sampai tujuan memberantas kemungkaran justru malah menimbukan kemungkaran baru. Menasihati pemimpin itu ada etika hukum Islamnya. Lihat saja bagaimana cara mengingatkan imam di dalam shalat. "Itu ada caranya," tutur Hasyim.
Mencegah kemungkaran inilah yang men jadi jihad bagi seorang pemimpin. Apa pun bentuknya. Ketua MUI KH Cholil Ridwan mengatakan, seorang pemimpin wajib berjihad dalam artian mengerahkan seluruh potensi yang ia miliki dan berkorban apa pun untuk menegakkan Islam. Dalam Islam, seorang pemimpin akan ditanya di akhirat nanti, apakah selama ia menjadi pemimpin ia bisa menjalankan amanah.
Seorang presiden, kepala daerah, hingga kepala keluarga bertanggung jawab mengingatkan orang-orang yang di pimpinnya jika ia melihat suatu kemungkaran.
Tidak sampai di situ, jihad bagi seorang pemimpin adalah menghidupkan dan menghadirkan Islam ke tengahtengah orang yang dipimpinnya. Ia berkewajiban menjaga akidah umat agar tidak disesatkan, menjaga syariat Islam agar diterapkan, menjaga negerinya agar steril dari maksiat. "Apakah dia merawat dan memelihara ajaran Islam seperti menjaga Islam ini agar diamalkan oleh umat," paparnya kepada Republika, Selasa (19/8).
Menurut Cholil, segala jenis kemungkaran dan kemaksiatan adalah beban tanggung jawab bagi pemimpin untuk menghapuskannya. Sebagaimana diterangkan dalam hadis Nabi SAW, seorang Muslim mencegah kemungkaran berdasarkan porsi masing-masing.
Jika ia pemimpin, wajib mencegah kemungkaran dengan tangannya (kekuasaan yang dimiliki), jika seorang mubaligh mencegah kemungkaran dengan lisannya. Dan, jika ia tidak memiliki apa-apa, ia harus membencinya dengan hati, dan itulah selemah-lemah iman.
Selain itu, seorang pemimpin hendaknya bisa memberikan teladan bagi rakyat nya. Menurut Cholil, seorang pemimpin harus menjamin penunaian hak- hak warga negara. Hidupnya itu tidak melanggar hukum. Hidupnya tidak bermewah-mewahan, tidak korupsi. Dia harus bisa senantiasa dekat dengan rakyat. "Pemimpin itu harus bisa memberi contoh," katanya.
Memang, pemimpin yang memiliki loyalitas bagi umat Islamlah yang ditunggu- tunggu. Segudang pekerjaan rumah menunggu pemimpin baru untuk menyelesaikan problematika umat. Cholil mengharapkan, seorang pemimpin umat Islam harus bisa menyatukan umat Islam agar tidak berpecah-belah.
Ia mengingatkan, presiden yang ba ru nanti juga harus melindungi umat Islam yang berada di daerah-daerah mi no ritas. Karena itu, Komisaris Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Prof Dr KH Ahmad Satori Ismail sepakat para pemimpin harus terus diingatkan bahwa jihadnya adalah mencegah kemungkaran yang terjadi. Misalkan, ada tempat maksiat, hendaknya mengingatkan para pemimpin dan ulama untuk meluruskan hal tersebut. "Tentu dengan cara yang baik pula," ujarnya.rep:hannan puytra ed: nashih nashrullah