Jumat 31 Jul 2015 13:32 WIB

Awas, Beredar Sertifikat Halal Palsu

Red:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Masyarakat mesti lebih teliti melihat kehalalan sebuah produk. Proses cek dan ricek perlu dilakukan, apakah produk tersebut benar-benar tersertifikasi halal secara resmi oleh badan audit halal seperti LPPOM MUI.

Beberapa hari terakhir, beredar sertifikat halal yang terindikasi palsu digunakan oleh sebuah produk kecantikan. Produk bernama Lamour Skin Care tersebut mengaku sudah mendapatkan sertifikat halal bernomor 003/HCC/09/2014.

Dalam kopi sertifikat yang diperoleh Republika, badan yang melakukan sertifikasi halal terhadap Lamour Skin Care adalah Halal Corner Community.

Founder Halal Corner Community Aisha Maharani membantah jika lembaganya telah mengeluarkan sertifikat untuk produk Lamour.

"Halal Corner Community tidak pernah menyertifikasi produk halal apa pun," katanya kepada Republika, Senin (27/7).

Aisha mengatakan, supaya tidak menimbulkan spekulasi yang berlebihan, pihak Halal Corner Community langsung menelusuri nama yang tertera di sertifikat.

"Setelah kami telusuri, H Hamid Jauharul Fardli SE yang mengklaim ketua umum Halal Corner Community di Surabaya bukan anggota Halal Corner Community, melainkan sekretaris MUI daerah Situbondo periode tahun 2013," ujarnya.

Aisha mengimbau kepada seluruh produsen agar tidak mengklaim produknya halal tanpa mengikuti aturan tentang halal di Indonesia.

"Kami menegur kepada perseorangan atau kelompok yang menggunakan nama Halal Corner Community untuk kepentingan pribadi yang menimbulkan fitnah dan perusakan nama baik sehingga mengakibatkan terhambatnya edukasi halal di Indonesia," katanya.

Aisha menegaskan, Halal Corner Community merupakan media informasi, edukasi halal, dan komunitas para pejuang halal yang telah tersebar di 11 kota. "Kami bukan sebuah lembaga sertifikasi halal," katanya.

Owner Lamour Skin Care Lynda Chrysta Dewi dalam surat yang ditujukan ke Ketua Majelis Ulama Indonesia dan Ketua Halal Corner Community mengungkapkan permintaan maaf. Dewi mengakui jika sertifikat halal yang diperoleh produknya bukanlah sertifikat halal resmi yang dikeluarkan MUI. Ia juga mengaku sebagai korban pengurusan sertifikat halal.

Dewi berdalih, sebelumnya ia ingin mengurus sertifikasi halal produknya pada Juli 2014. Ia mencari informasi proses sertifikasi halal di internet. "Akhirnya saya mengontak seseorang yang mengaku bisa mengurus sertifikasi halal," katanya memaparkan dalam surat permohonan maaf tersebut.

Oknum tersebut menawarkan jasa pembuatan sertifikat halal dengan imbalan Rp 10 juta dalam waktu tiga minggu. "Saya sempat khawatir, namun berubah karena orang tersebut menunjukkan sertifikat halal yang pernah dibuatnya," ungkap dia.

Dewi menyebut, dia baru menyadari ada yang janggal setelah mendapat kontak dari Founder Halal Corner Community. "Saya meminta maaf kepada Halal Corner Community karena mencatut nama komunitas tersebut." Ia juga menjelaskan akan menarik sertifikat palsu tersebut dan meminta agennya tidak memakainya. "Kami akan segera mengurus sertifikat halal ke MUI."

Ketua LPPOM MUI Lukmanul Hakim mengatakan, kejadian seperti ini bisa muncul karena euforia terhadap sertifikasi halal. Banyak produsen berlomba ingin mendapatkan sertifikasi halal.

Sayangnya, kata dia, euforia itu tidak dibarengi dengan cara yang baik dan benar. Sehingga, ada perusahaan dengan cara kurang baik dan pihak tertentu juga kurang bertanggung jawab mengeluarkan sertifikat halal palsu.

"Saya sudah mendapat konfirmasi langsung dari Kepala Halal Corner itu jika tidak betul pihaknya telah memberi sertifikat halal," katanya saat dihubungi Republika, Senin (27/7).

Lukman mengimbau agar semangat memperoleh sertifikasi halal dibarengi dengan melakukan proses tersebut ke lembaga yang berwenang.

"Saya ingin mengimbau kepada semua pihak, mari kita sertifikasi halal dengan cara yang baik dan benar, terbuka, dan transparan melalui LPPOM MUI," katanya.

Ia menegaskan, pihaknya belum menerbitkan sertifikat halal untuk produk kecantikan Lamour. "Klaim kehalalannya melalui sertifikat tersebut tidak diakui," ujarnya.  c62 ed: Hafidz Muftisany

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement