Korps HMI-wati (Kohati) Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) memperingati hari perempuan internasional (International Women's Day) dengan diskusi bertajuk "Perempuan Hebat, Generasi Sehat", Sabtu (12/3). Acara ini dilaksanakan di markas besar PB HMI, Jalan Sultan Agung Nomor 25A, Manggarai, Jakarta Selatan.
"Ini agenda perdana kita setelah rapat kerja," ujar Ketua Umum Kohati Farihatin dalam sambutannya. Menurut Fariha, acara ini akan diselenggarakan rutin sebulan dua kali.
Acara ini sengaja membahas tentang perempuan hebat sebagai bagian dari tumbuhnya generasi yang sehat. Ini sesuai dengan isu yang diangkat oleh para pengurus Kohati dalam satu periode ke depan, yaitu tentang pendidikan dan kemandirian.
Menurut Fariha, generasi hebat yang dimaksud dalam tema tersebut adalah generasi perempuan muda yang cerdas, yang secara mental, spiritual, jasmani, dan rohani siap menghadapi berbagai tantangan. Jika dikaitkan dengan momentum MEA 2016, generasi yang harus disiapkan adalah perempuan-perempuan dengan pendidikan yang cukup dan mandiri.
"Jadi kesehatan yang dimaksud di sini adalah generasi sehat secara karakter, terutama karakter Muslimah harus kita tonjolkan sebagai kader HMI yang bernafaskan Islam," ujar dia kepada Republika.
Dari sisi syariah, Kohati menampilkan akademisi UIN Syarif Hidayatullah Azizah.Ia membawakan materi berjudul "Meneguhkan Peran Perempuan dalam Perspektif Islam untuk Mendidik Generasi Sehat".
Menurut Azizah, Islam menempatkan perempuan dalam kedudukan yang mulia. Salah satu bukti keistimewaan yang diberikan Allah kepada perempuan yaitu diturunkannya satu surah yang membahas khusus tentang perempuan, yaitu an-Nisaa.
"Tidak ada surat Arrijal. Itu menggambarkan bagaimana Islam menempatkan perempuan di tempat yang tinggi dan mulia," kata dia.
Dalam salah satu sabda, Rasulullah SAW juga mengatakan bahwa laki-laki yang paling terhormat adalah yang paling menghargai perempuan dan bersikap lembut kepadanya. Ada pula hadis yang sangat terkenal yang sampai mengibaratkan surga ibarat berada di bawah kaki ibu.
Azizah menyampaikan, dalam Islam, perempuan juga tidak dilarang berpartisipasi aktif di luar rumah. Ia berhak berkiprah dalam berbagai bidang. Namun, ada dua syarat yang harus ia jadikan pedoman dalam berkegiatan di luar rumah. Pertama, ia tidak boleh melalaikan tugas utamanya sebagai istri dan ibu bagi anak-anak. Ia juga tidak boleh melanggar hukum dan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam agama Islam.
Bolehnya perempuan berkiprah dan bahkan bekerja dalam berbagai sektor banyak dicontohkan pada masa Rasulullah SAW. Istri pertama Rasulullah SAW, Khadijah RA, adalah seorang pengusaha kaya yang sukses, termasyur, dan merupakan konglomerat pada zamannya.
Istrinya yang lain, Siti Aisyah digambarkan sebagai perempuan yang cerdas dan banyak berjasa dalam bidang pendidikan. Ia dikenal sebagai pakar hadis, terutama hadis-hadis tentang perempuan.
Mengenai proporsi peran perempuan dalam masyarakat, Azizah menyebutkan tentang pancadarma, yaitu lima peran yang harus diemban oleh kaum perempuan. Kelima peran tersebut antara lain, perempuan merupakan penerus keturunan, pendidik anak-anak, istri yang setia dan bijaksana, pengatur rumah tangga, dan anggota masyarakat yang berilmu dan beramal.
Dari kelima fungsi tersebut, empat di antaranya berada dalam lingkup rumah tangga, sementara poin terakhir menunjukkan kiprah dalam masyarakat. Artinya, perempuan seyogianya lebih mengutamakan perannya dalam keluarga. Namun, ia tak boleh dibatasi untuk menuntut ilmu dan menunaikan peran sebagai bagian dari masyarakat.
Adapun dalam perjalanan dan kiprahnya, perempuan menghadapi berbagai tantangan. Merebaknya LGBT, kasus hamil di luar nikah hingga aborsi, pemerkosaan, pelecehan seksual, hingga kekerasan dalam rumah tangga adalah segelintir dari berbagai permasalahan perempuan yang akan berimbas pada kesehatan fisik dan jiwa masyarakat.
Psikolog Islam Gozi Saloom mengatakan, perempuan mempunyai fungsi dan kedudukan yang strategis dalam kehidupan keluarga, berbangsa, dan negara. Peran itu sangat diakui dari sudut pandang psikologi.
Secara psikologi, kata Gozi, ada perbedaan daya tahan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan diyakini memiliki ketahanan psikis lebih dibandingkan laki-laki. Sebaliknya, walau secara fisik lebih kuat, laki-laki dipandang lebih lemah secara psikis.
"Indikator apa? Kalau seorang suami ditinggal istri, laki-laki yang jadi duda pasti tidak kuat hidup sendiri mengurus anak. Dia pasti segera mencari pengganti istri. Beda dengan ibu. Kalau suaminya meninggal, maka dia bisa saja mendidik anaknya sampai dewasa tanpa menikah lagi," ujar Gozi.
Kuatnya ketahanan psikis, kata Gozi, berpengaruh pada usia hidup lebih perempuan yang lebih lama dibandingkan laki-laki. Ini merupakan fakta yang tidak bisa dibantah, ditunjukkan dengan jumlah lansia perempuan yang lebih banyak dibanding laki-laki.
"Jadi itu alasan kenapa menurut Islam dan psikologi, perempuan punya posisi yang sangat strategis," kata dia.
Dalam perspektif Islam, banyak literatur klasik menjelaskan tentang perbedaan laki-laki dan perempuan, baik secara gender maupun jenis kelamin. Misalnya, ada konsep mengenai rijal dan nisa, zakar dan unsa, dan sebagainya.
Dalam perspektif Alquran dan hadis, ada penafsiran yang agak lain, namun menarik untuk dibahas. Kata rijal, ujar Gozi, secara umum lebih menggambarkan peran gender, bukan peran jenis kelamin. Jika menggunakan konsep tersebut, dalam konteks keluarga, bahkan berbangsa dan bernegara, sesungguhnya tidak ada perbedaan peran antara laki dan perempuan.
Menurut Gozi, saat ini sudah ada undang-undang yang melindungi kaum perempuan. Sebaliknya, belum ada regulasi yang melindungi hak-hak kaum laki-laki. Padahal, menurut prediksi Ghozi, kasus-kasus yang saat ini menimpa kaum perempuan bisa jadi juga menerpa kaum laki-laki.
Dalam memahami dan mengoptimalkan peran perempuan serta mengembangkan generasi sehat, lembaga penyiaran memegang peran cukup signifikan. Pengendali survey index kualitas program tv Fal Harmonis mengatakan, pada hakikatnya, lembaga penyiaran memegang fungsi komunikasi massa, yaitu untuk memberikan informasi, pendidikan, hiburan, persuasi, tanggung jawab sosial, politik, dan sebagai kontrol sosial.
Penyiaran yang sehat mendorong terciptanya generasi masyarakat yang sehat. "Kita sepakat sehat bukan hanya fisik.Sehat itu untuk kepentingan siapa? Untuk pribadi, keluarga, bangsa dan negara," ujar Fal.
Dalam menciptakan penyiaran atau tontonan yang sehat, peran KPI dan lembaga penyiaran sangat signifikan. Sayangnya, hasil survei KPI menunjukkan kualitas penyiaran masih buruk.
Fal mengatakan, Kohati dapat memulai langkah awal untuk menuju generasi sehat dengan melakukan kerjasama, baik dengan pemilik modal maupun lembaga penyiaran, untuk memproduksi tontonan-tontonan sehat bagi masyarakat. Oleh Sri Handayani, ed: Hafidz Muftisany