Selasa 02 Sep 2014 13:30 WIB

Listrik Naik, Pengusaha Kecil Pasrah

Red:

Para pengusaha kecil hanya bisa pasrah menghadapi kenaikan tarif dasar listik (TDL) yang mulai berlaku kemarin. Mereka tak memiliki tenaga mengubah kebijakan pemerintah yang sudah diketok pada Juni lalu. 

Menaikkan harga jual menjadi jalan keluar supaya dapat terus bertahan.  Yanto, misalnya, pemilik usaha mesin jahit di Cimanggu, Bogor, itu menilai naiknya tarif dasar listrik hanya akan merugikan industri kecil.  Ia pun mau tak mau terpaksa menaikkan harga jual. 

"Duh, listrik naik dan kemungkinan besar bahan bakar minyak (BBM) juga katanya akan naik. Kami (pemilik industri kecil) sudah pasti akan menaikkan harga," ujar pria asal Boyolali, Jawa Tengah, tersebut kepada Republika, Senin (1/9).

Senada dengan Yanto,  pengusaha kecil dan menengah di Yogyakarta Dwi Raharjo juga tak menampik kemungkinan untuk mengerek harga. Dwi yang menekuni usaha pembuatan tas dan dompet daur ulang berlabel Bifa Collection mengatakan, mau tidak mau harga produk yang dijual harus dinaikkan untuk menutup biaya produksi. "Kalau listrik naik biasanya beberapa harga bahan baku dan ongkos transportasi ikut naik," katanya.

Harga produk yang ditawarkan Dwi bervariasi. Produk paling murah berupa tempat pensil seharga lima ribu rupiah. Sedangkan yang paling mahal adalah tas yang merupakan kombinasi bahan daur ulang dan kulit yakni Rp 500 ribu.  Untungnya, kata Dwi, para konsumen dapat memahami alasan kenaikan harga tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/ Yasin Habibi

Pekerja menyelesaikan proses pembuatan tas di industri tas rumahan di Manggarai, Jakarta, Senin (1/9). Perajin mengaku belum memiliki strategi guna menghadapi kenaikan Tarif Harga Listrik (TDL) yang berdampak pada semua sektor terutama kenaikan harga bahan baku serta biaya produksi. Pada 1 September 2014 pemerintah telah melakukan kebijakan untuk menaikkan tarif dasar listrik (TDL).

"Kenaikan harga  produk biasanya sekitar 20 persen," jelasnya. Dwi yang memulai bisnis pada 2011 menjelaskan, untuk pesanan sebelum bulan ini tidak akan dinaikkan harganya. Karena sudah ditentukan berdasarkan kesepakatan awal. 

Tiga bulan lalu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sepakat untuk menaikkan tarif dasar listrik untuk menutup kerugiaan Perusahaan Listrik Negara. Kenaikan listrik berlaku mulai Juli 2014 dan akan naik secara bertahap setiap dua bulan sekali.

 

Kenaikan tarif diberlakukan untuk delapan golongan. Dua golongan yakni industri menengah terbuka dan industri besar sudah dikenakan kenaikan tarif pada Mei lalu. Bagi kedua golongan itu, kenaikan ini sudah merupakan yang ketiga. 

Sementara enam golongan termasuk pelanggan R1-1300 VA, ini merupakan yang kedua.  Kenaikan R-1 (1.300 VA) bertahap rata-rata 11,36 persen setiap dua bulan. Rumah tangga-R-1 (2.200 VA) kenaikan rata-rata 10,43 persen, dan rumah tangga R-2 (3.500 VA-5.500 VA) naik 5,7 persen setiap dua bulan.    

Kemudian, pemerintah P-2 ( di atas 200KVA) rata-rata naik 5,36 persen, industri I-3 non go public rata-rata peningkatan setiap bulan 11,57 persen. Penerangan jalan umum rata-rata naik 10,69 persen.  Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengatakan, kenaikan tarif listrik akan menghemat anggaran negara sebesar Rp 8,51 triliun selama semester II tahun ini.

Rehwan, pemilik usaha jahit di Tanah Sereal, Bogor, mengaku tidak kaget dengan naiknya tarif listrik. Bahkan, menurutnya, sudah hal lumrah jika setiap pergantian presiden akan diikuti dengan berbagai perubahan, termasuk naiknya tarif listrik. "Sudah tidak kaget listrik naik, BBM juga kan mau naik, sudah biasa itu," ujar pria yang telah menekuni dua usaha jahit tersebut. Disinggung apakah akan menaikkan harga jual barangnya, dia mengaku belum tahu pasti.  "Kita akan melihat terlebih dahulu ke depannya."

Jeje, seorang ibu rumah tangga di Pasar Anyar, Bogor, juga mengaku keberatan dengan naiknya tarif listrik. Jeje menilai naiknya TDL hanya akan menyusahkan masyarakat kecil seperti dia.

Di Solo, Pemerintah Kota (Pemkot) Solo putar otak lagi untuk melakukan efisiensi penggunaan listrik. Apalagi Pemkot masih menunggak membayar pajak PJU (Penerangan Jalan Umum). Ini karena, alokasi untuk membayar pajak tidak cukup. "Kalau tidak cukup, ya mau tidak mau ngutang dulu. Nanti dibayar 2015," kata Hadi Rudiyatmo, wali kota Solo, Senin (1/9).

Efisiensi penggunaan listrik, kata Rudy, merupakan yang harus dilakukan. Kalau tidak, maka anggaran yang sudah dialokasikan untuk pajak PJU tidak akan cukup untuk membayar pajak 2014 ini. Ada opsi lain yang bisa dilakukan. Menurut Rudy, dengan mengganti seluruh PJU yang jumlahnya mencapai 16.169 titik dengan PJU pintar. Menurutnya, penggunaan PJU pintar akan menghemat anggaran sampai 50 persen.

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, dampak kenaikan listrik terhadap inflasi cukup kecil. Dia  optimistis bisa menekan inflasi di bawah 5,3 persen hingga akhir tahun.  Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini mengumumkan angka inflasi Agustus sebesar 0,47 persen. 

"Kenaikan TDL dampaknya kecil, kita masih on the track," kata Menkeu, Senin. Berdasarkan laporan BPS, tarif listrik berkontribusi sebesar 0,12 persen dari keseluruhan inflasi. Dengan perubahan harga 4,16 persen.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan, kondisi perlistrikan Indonesia perlu ditata ulang, termasuk soal struktur tarif. Lebih cepatnya pertumbuhan konsumsi listrik daripada pertumbuhan infrastruktur menjadi problem utama listrik di Indonesia. "PLN belum memiliki dana yang cukup untuk dialokasikan ke pembangunan infrastruktur," katanya kepada Republika, Ahad (31/8).

Sudaryatmo menambahkan, selain menaikkan tarif listrik, PLN juga harus meningkatkan elektrifikasi. "Dengan naiknya tarif listrik, harusnya jumlah wilayah yang teraliri listrik juga bertambah agar kompensasi kenaikannya dinikmati merata oleh masyarakat."

rep:c88/c84 ed: teguh firmansyah

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement