Selasa 30 Sep 2014 12:00 WIB

Gugatan UU MD3 dari PDIP Ditolak MK

Red:

JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak secara keseluruhan permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Uji materiil sebelumnya diajukan oleh PDIP terkait aturan pemilihan pimpinan DPR. "Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Hamdan Zoelva dalam pembacaan putusan di gedung MK, Senin (29/9).

Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 tersebut menggugat Pasal 84, Pasal 97, Pasal 104, Pasal 109, Pasal 115, Pasal 121, dan Pasal 152 UU MD3. PDIP merasa dirugikan secara konstitusional atas penerapan pasal-pasal itu. Mereka beralasan, aturan-aturan tersebut mengatur bahwa pimpinan DPR tidak lagi diberikan kepada partai politik (parpol) sesuai dengan porsi perolehan kursi seperti yang diatur dalam Pasal 82 UU Nomor 27 Tahun 2009 (UU MD3 sebelum direvisi). 

Dalam putusannya, dua hakim konstitusi berbeda pendapat (dissenting opinion). Dua hakim yang berbeda pendapat adalah Maria Farida Indrati dan Arief Hidayat. Maria menyatakan, proses pembentukan UU MD3 bertentangan dengan asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, dan asas keterbukaan. Pembentukan UU MD3 juga bertentangan dengan Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 tanggal 27 Maret 2013. 

Maria juga menilai, UU MD3 berdampak terjadinya kerugian konstitusional dalam pembentukan dan pemilihan pimpinan lembaga dan alat kelengkapan MPR, DPR, dan DPD. Alasannya, pengesahan UU dilaksanakan setelah pemiliu legislatif (pileg) selesai.  "Saya berpendapat bahwa permohonan pemohon tentang pengujian formal terhadap pembentukan UU Nomor 17 Tahun 2014 seharusnya dikabulkan."

Sementara Arief Hidayat menilai, UU MD3 sejak kelahirannya mengalami cacat, baik secara formal pembentukannya maupun secara materiil materi muatannya. "Saya berpendapat seharusnya permohonan pemohon mengenai pengujian formal maupun materiil UU a quo dikabulkan dan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata Arief.

Kuasa Hukum PDIP, Trimedya Panjaitan, menilai, putusan MK atas permohonan uji materiil UU MD3 melanggar hukum acara. Trimedya mengatakan, pihaknya melihat ada kepentingan yang menginginkan perkara tersebut harus segera diputus. "Jadi, dalam konteks ini kami melihat ada hukum acara yang dilanggar oleh pihak Mahkamah dalam membuat putusan," kata Trimedya, seusai sidang di gedung MK, Senin (29/9).

Trimedya mengaku kecewa, setelah MK memutuskan untuk langsung membacakan putusan akhir pada Senin (29/9). Menurutnya, seharusnya hakim MK mendengar terlebih dahulu pendapat ahli yang diajukan pemohon. Dia menilai putusan tidak perlu dilakukan terburu-buru. "Seyogianya hari ini putusan sela terlebih dahulu baru hakim mendengarkan ahli kami baru alat bukti diajukan baru bisa dilakukan putusan," kata Trimedya.

Pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf mengatakan, penolakan MK atas uji materi yang diajukan PDIP dikarenakan dua hal. Yakni, berkaitan dengan kedudukan hukum (legal standing) pemohon dan isi substansi gugatan yang kurang meyakinkan.

Asep menjelaskan, anggota fraksi di DPR tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan ke MK. Sehingga, secara otomatis gugatan yang diajukan PDIP akan ditolak oleh MK. Adapun terkait masalah pimpinan DPR, pertimbangan hukum yang dilakukan MK yaitu, jika semakin demokratis suatu sistem pemilihan maka akan semakin baik.

Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, bukan perkara besar jika ketua DPR nantinya bukan dari PDIP yang merupakan pemenang pileg. Sekalipun, ada kemungkinan para anggota dewan yang mayoritas berasal dari Koalisi Merah Putih dapat menjegal program-program pemerintah. Jokowi mengaku optimistis pemerintah tetap bisa menjalankan program-programnya.

Jokowi kemudian berkisah mengenai pengalamannya menjalankan pemerintah di Provinsi DKI Jakarta. Menurut Jokowi, pemerintah tetap bisa menjalankan semua programnya meski komposisi partai pendukungnya di DPRD hanya 11 persen. "Kamu lihat ada masalah nggak? Paling (pengesahan APBD) terlambat sehari atau dua hari. Paling agak ramai-ramai sedikit. Tapi ada masalah tidak?" kata Jokowi. n c87/halimatus sa'diyah ed: andri saubani

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement