Jumat 19 Sep 2014 13:00 WIB

Pembebasan Bersyarat Anggodo Ditolak

Red:

JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak memberikan rekomendasi pembebasan bersyarat untuk terpidana kasus percobaan suap pimpinan KPK, Anggodo Widjojo. Karena, KPK menganggap Anggodo bukan justice collaborator.

"Menolak memberikan rekomendasi pembebasan bersyarat karena bukan justice collaborator," kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP melalui pesan singkatnya, Kamis (18/9).

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Yudhi Mahatma

Anggodo Widjojo.

Menurut Johan, pihaknya akan mengirimkan surat balasan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang mengusulkan pembebasan bersyarat untuk Anggodo. "Mungkin hari ini dikirim suratnya," ujarnya.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, hampir dapat dipastikan semua terpidana yang tidak mendapatkan rekomendasi justice collaborator ditolak oleh KPK untuk mendapatkan pembebasan bersyarat. Apalagi, pembebasan bersyarat tak semata memperhatikan kelakuan baik atau terpenuhinya masa tahanan. Tetapi, harus diperhatikan aspirasi publik.

"Lagi pula salah satu syaratnya harus memperhatikan rasa keadilan masyarakat," kata Bambang.

Seperti diketahui, Lapas Sukamiskin mengajukan pembebasan bersyarat untuk Anggodo. Ia dianggap telah memenuhi persyaratan. Yakni, telah menjalani 2/3 masa pidana dan telah melunasi denda yang diputuskan pengadilan.

Selain Anggodo, Lapas Sukamiskin juga tengah mengurus pembebasan bersyarat dua orang narapidana korupsi lainnya. Yakni, Ali Amra dan Erwin Paman yang merupakan terpidana kasus korupsi di Kabupaten Seluma. Untuk diketahui, Lapas Sukamiskin merupakan lapas khusus koruptor.

Sebulan sebelumnya, Kemenkumham memberikan pembebasan bersyarat untuk lima terpidana korupsi. Yakni, Hartati Murdaya (kasus suap Buol), Fahd el Fouz (kasus suap DPPID), I Nyoman Suisnaya (kasus suap Kemenakertrans), serta Sumartono dan Agung Purno Sarjono (kasus suap RAPBD Semarang).

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan keprihatinannya atas diusulkannya pembebasan bersyarat bagi Anggodo. Lembaga pegiat antikorupsi itu menilai, ada upaya menyiasati peraturan yang ada untuk meringankan hukuman para koruptor.

"Ini mengesankan komitmen pemerintah memerangi korupsi seperti pura-pura saja," ujar peneliti ICW Emerson Yuntho, Kamis (18/9).

Lebih lanjut Emerson mengaku khawatir ada upaya dari pemerintah untuk mengobral kebebasan bagi terpidana korupsi. Ini mengingat masa kekuasaan pemerintahan saat ini segera habis, Oktober mendatang. "Ya, terkesan seperti kejar setoran," katanya.

Untuk mencegah fenomena obral pembebasan bersyarat terulang kembali, Emerson mendesak DPR dan Presiden segera mengubah peraturan yang ada. Menurutnya, apa pun alasannya, koruptor tidak layak diberi keringanan hukuman.

Sementara itu, Kabid Pembinaan Lapas Sukamiskin Bandung Ahmad Hardi mengatakan, pihaknya tak terpengaruh dengan penolakan KPK. Karena, secara aturan rekomendasi dari penegak hukum itu baru terjadi setelah pengesahan PP 99 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemberian Hak Warga Binaan.

Sedangkan, putusan Anggodo jauh sebelum aturan itu keluar. Yakni, pada 2010 dan putusan tetapnya di Mahkamah Agung pada 2011.

Selain itu, Hardi juga mengatakan bahwa pengajuan pemberian pembebasan bersyarat ataupun remisi kepada terpidana merupakan tugas dari lapas yang diatur oleh undang-undang. Jika tidak diakomodasi hak-hak narapidana, petugas lapas menyalahi aturan tersebut. Hardi juga heran dengan pandangan sinis dari lembaga penegak hukum, seperti KPK.

Menurutnya, KPK dan lapas memiliki tugas dan fungsi yang berbeda. KPK selaku penegak hukum bertugas untuk mengungkap kasus kejahatan dan menuntutnya di pengadilan hingga hakim menyatakan bersalah atau tidak, serta memberikan hukuman. Sedangkan, Lapas, adalah lembaga yang bertugas untuk memberikan pembinaan kepada para terpidana yang telah dihukum tersebut.

Selain itu, Hardi melanjutkan, selama ini lapas tidak pernah ikut campur masalah penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK. Tetapi, justru KPK ia anggap selalu mencampuri tugas-tugas yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan, terutama dalam hal pemberian hak-hak warga binaan. "Jadi, seolah-olah yang kami lakukan adalah salah atau kami melakukan sebuah kejahatan, padahal kami sedang melakukan tugas kami," ujar Hardi.  rep:muhammad hafil/adi wicaksono/c62 ed: muhammad hafil

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement