Ada yang tak biasa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (8/10) pagi kemarin. Jika biasanya yang dibawa ke ruang sidang adalah terdakwa, saksi, atau korban dengan setelan necis, kali ini dua pahlawan super hadir.
Turun dari mobil yang menyambangi PN Jakarta Selatan pagi itu adalah dua anak kecil dengan kostum pahlawan super gawean perusahaan komik Amerika Serikat, Marvel, Spiderman dan Hulk. Di balik topeng dan kostum, mereka adalah korban pelecehan seksual di taman kanak-kanak Jakarta International School (JIS), AK (6 tahun), dan saksi korban kasus serupa, AL (6).
Keduanya punya agenda untuk memberikan keterangan di persidangan lima terdakwa pelaku pelecehan di JIS, kemarin. Dengan pengawalan ketat anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan didampingi orang tua masing-masing, mereka langsung dibawa ke dalam ruang sidang untuk menghadiri sidang tertutup.
Sekitar pukul 13.30, korban dan saksi korban keluar dari ruang sidang utama. Masih didampingi kedua orang tua dan pihak LPSK, keduanya langsung dibawa naik ke ruang rapat pengadilan.
Ketika itu, korban dan saksi korban tidak lagi menggunakan topeng. Wajah AL ditutupi kain hitam dan digendong oleh salah satu anggota LPSK. Sementara AK, digendong oleh ayahnya.
Dugaan pelecehan seksual yang menimpa AK dilaporkan akhir tahun lalu. Menyusul laporan tersebut, lima petugas kebersihan di JIS dijadikan tersangka dan saat ini tengah menjalani sidang. Dua staf guru JIS juga jadi tersangka terkait dugaan terjadinya pelecehan seksual di sekolah internasional tersebut. Dalam sidang lanjutan kemarin, psikolog anak Seto Mulyadi rencananya dimintai pandangan sebagai saksi kendati kemudian batal bersaksi.
Seto menyatakan keberatan atas dihadirkannya sebagai saksi dalam persidangan. Ia menuturkan, keterangan anak bisa diketahui dengan cara pendekatan psikologi.
Di mana, saksi ahli yang nanti bisa menjelaskan. "Iya, tidak perlu terlibat, menurut saya justru akan memperlama proses treatment psikologis yang akan dilakukan," katanya.
Menurutnya, AK masih berusia dini sehingga rawan menjadi korban pelanggaran hak anak. "Udah jadi korban, dia menjadi saksi dan diingatkan lagi. Dia itu mencoba untuk melupakan semua," katanya.
Seto mengatakan, orang tua korban sudah melakukan teleconference untuk kesaksian dari sang anak. Namun, hal itu batal dilakukan. Ia mengatakan keluarga korban sudah menyurati kementerian dan pejabat terkait, meminta korban tak bersaksi. Namun, upaya tersebut juga tak membuahkan hasil.
Terkait kasus JIS, Seto pun meyakini AK mengalami kekerasan seksual. Ia menuturkan, sempat enam kali melakukan pertemuan dengan yang bersangkutan. "Dari trauma yang dialami, tidak mau pakai celana, itu menunjukkan tidak mungkin direkayasa," ujarnya.
Namun, pengacara terdakwa Agun dan Awan dalam perkara kekerasan seksual di JIS, Patra M Zen, mengatakan bahwa keterangan AK dan AL dalam persidangan bertolak belakang dengan yang disampaikan orang tua mereka.
Ia menuturkan, AL memberi kesaksian melihat pelecehan seksual terhadap AK serta sudah melaporkan kepada guru kelas. Namun, kesaksian dari DR (ibu AL), anaknya tidak melapor sebab DR mengatakan diancam oleh pelaku.
Namun, pengacara terdakwa Agun dan Awan, Patra M Zen, memiliki pandangan yang berbeda terkait hal tersebut. Ia mengatakan, keberadaan korban dan saksi korban di sidang berdasarkan hukum acara. "Karena itu, di BAP harus didengarkan kesaksian walaupun tidak dibawa sumpah," katanya.
Ia menganggap rencana sidang pekan depan menggunakan teleconference tidak adil. Pasalnya, saksi korban sudah sempat hadir di persidangan. "Kalau teleconference, mengapa tidak dari awal?" katanya.
rep:c75 ed: fitriyan zamzami