KAIRO -- Sebuah kapal yang membawa migran terbalik di lepas pantai Mesir pada Rabu (21/9). Hingga saat ini, sebanyak 162 jenazah korban telah ditemukan. Pihak berwenang mengatakan masih melakukan pencarian penumpang yang hilang lainnya.
Menurut keterangan, perahu membawa sekitar 450 hingga 600 migran dari pelabuhan di Kota Rosetta. Tetapi, ketika telah berjalan sekitar delapan mil atau 12 kilometer, kapal itu terbalik dan membuat orang-orang di dalamnya tenggelam.
Sebagian besar dari korban tewas adalah perempuan dan anak-anak yang tidak mampu berenang ketika kapal tenggelam. Kementerian Kesehatan Mesir menyebut para penumpang kapal sebagai migran ilegal.
Komisioner PBB untuk Pengungsi, UNHCR, meyakini kapal tersebut dipadati oleh sekitar 450 orang. Sementara, kantor berita Mesir, MENA, melaporkan sedikitnya 600 orang berada dalam kapal nahas tersebut. "UNHCR sangat berduka atas meninggalnya ratusan orang dalam insiden perahu terbalik di Laut Mediterania," demikian bunyi pernyataan UNHCR, sebagaimana dikutip Sky News, Jumat (23/9).
Diketahui, para migran yang ada di kapal itu berasal dari bermacam negara selain Mesir. Di antaranya, Suriah, Sudan, Eritrea, dan Somalia. Mereka disebut ingin melarikan diri menuju Italia.
Kecelakaan diyakini disebabkan kelebihan kapasitas dalam kendaraan yang sebenarnya hanya mampu membawa sekitar 150 orang. Dari keterangan saksi, para migran juga diminta oleh penyelundup untuk membayar uang lebih banyak jika mereka ingin mendapatkan jaket pelampung. Padahal, seharusnya jaket tersebut menjadi fasilitas yang harus diberikan pada setiap penumpang kapal.
"Kami diminta dan dipaksa untuk membayar ekstra jika ingin mendapatkan jaket pelampung," ujar Orla Guerlin, salah satu korban selamat, dilansir BBC, Sabtu (24/9).
Bagi mereka yang berasal dari Mesir dikenakan biaya sebesar 3.951 dolar AS. Sementara, bagi mereka yang berasal dari luar negara itu harus mengeluarkan setidaknya 3.000 dolar AS.
Selain Orla, korban selamat lainnya bernama Mahmoud Aly juga memberi keterangan. Ia mengatakan, kapal yang terbuat dari kayu tersebut tampak telah ringkih hingga dengan mudah terbalik saat mengambang di lautan lepas.
"Terlebih, kapal itu hanya memiliki muatan terbatas. Tetapi, jumlah orang yang ada di dalam kapal kayu itu terlampau banyak," jelas Aly.
Ia juga menuturkan bahwa sepupunya yang ikut melakukan perjalanan hingga saat ini masih belum ditemukan. Aly berharap, petugas penyelamat dapat menemukan saudara laki-lakinya tersebut dalam kondisi apa pun.
Sebanyak empat awak kapal ditangkap atas terjadinya peristiwa ini. Dilaporkan oleh pejabat Mesir, mereka diduga dengan sengaja menyelundupkan manusia. Para awak kapal ini pun akan dapat dikenakan hukuman atas pembunuhan yang disengaja.
Insiden ini terjadi menyusul adanya peringatan dari agensi perbatasan Uni Eropa bahwa peningkatan jumlah migran yang datang dari Mesir meningkat.
Laut yang menjadikan persimpangan antara Libya dan Italia telah menjadi jalur utama migran melakukan pelayaran.
Hal itu khususnya sejak kesepakatan Uni Eropa dan Turki untuk menahan pelayaran di Laut Aegea ke Yunani. Lebih dari 10 ribu orang telah tewas karena mencoba melintasi Mediterania untuk menuju Eropa sejak 2014 lalu. rep: Puti Almas/reuters, ed: Setyanavidita Livikacansera