Oleh: Neni Ridarineni -- Jutaan umat Islam dari seluruh dunia kembali akan berkumpul di Tanah Suci, Makkah, untuk menunaikan umrah dan haji. Seusai menunaikan thawaf—mengelilingi Ka’bah—jamaah haji berlomba-lomba untuk mencium Hajar Aswad.
Setiap Muslim yang berkunjung ke Baitullah pastilah ingin mencium Hajar Aswad. Namun, tak mudah untuk mencium dan menyentuh batu yang berada di sudut Ka’bah sebelah timur itu apalagi lautan jamaah sedang berthawaf.
Foto:PRASETYO UTOMO/ANTARA
Sejumlah umat muslim berebut untuk mencium hajar aswad di Masjidil Haram , Mekkah, Arab Saudi.
Para ulama menyebut batu itu sebagai tanda-tanda kebesaran Allah di muka bumi ini. Ibnu Abas pernah berkata, “Di bumi ini tak ada sesuatu pun yang berasal dari surga, selain Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim.” Sesungguhnya, ia mengungkapkan, keduanya merupakan permata yang berasal dari surga. “Seandainya keduanya tak tersentuh kaum musyrik, niscaya setiap orang sakit yang menyentuhnya akan disembuhkan oleh Allah.” (Al-Azraqy:II/29).
Subhanallah, tak heran jika umat Islam berjuang sekuat tenaga untuk menyentuh dan menciumnya. Akibat berdesak-desakan, tak jarang mengakibatkan ada yang terjatuh, tersikut, bahkan bisa pula terinjak-injak.
Meskipun sulit, tetap saja banyak jamaah yang bersikeras mencoba untuk mencium Hajar Aswad, termasuk orang Indonesia. Sulitnya mencium Hajar Aswad ternyata menjadi ladang empuk bagi sekelompok mukimin asal Indonesia untuk menawarkan diri membantu jamaah mencium Hajar Aswad. Bahkan, tak sedikit jamaah haji Indonesia yang setelah dibantu mencium Hajar Aswad malah “diperas”.
Mereka dimintai sejumlah uang oleh orang yang awalnya menawarkan diri untuk membantu mencium Hajar Aswad tersebut. Oknum mukimin asal Indonesia yang memeras jamaah haji itu biasa tersebut disebut Joki Hajar Aswad.
Saya bersama tiga jurnalis yang bertugas sebagai petugas Media Center Haji (MCH) daerah kerja Makkah merasa penasaran seperti apa joki Hajar Aswad itu dan bagaimana mereka beraksi. Ahad (14/9), kami berempat menyamar menjadi jamaah alias tak mengenakan seragam saat di Masjidil Haram.
Sebelumnya, kami—kebetulan perempuan semua—telah meminta izin kepada Kepala Sektor Perlindungan Daker Makkah Jaetul Muchlis untuk melakukan investigasi di Masjidil Haram. Muchlis pun mengizinkan dan berpesan agar kami berhati-hati serta tetap mengenakan ID Card sebagai petugas MCH walau disembunyikan.
Sebelum menyamar, kami melaksanakan shalat Zhuhur di Masjidil Haram. Di samping saya, seorang jamaah haji dari Wajo, Sulawesi Selatan, bercerita bahwa seusai shalat Subuh, ia ditawari akan dibantu mencium Hajar Aswad oleh dua orang perempuan. Salah satu perempuan di antaranya mengaku bernama Ayu yang berasal dari Sulawesi Selatan. Namun, jamaah haji dari Wajo ini menolak tawaran tersebut.
Usai shalat Zhuhur kami pun langsung menuju Ka’bah untuk berbaur dengan jamaah yang sedang thawaf. Salah seorang rekan jurnalis sebetulnya ingin thawaf tujuh kali. Tapi kami bertiga berniat hanya akan thawaf sekali. Apalagi, di lantai dasar sudah dipadati lautan manusia yang saling berdesakan.
Kami pun terus mencoba mendekat ke Hajar Aswad. Ketika kami sudah hampir sampai, yakni sekitar 1,5 meter dari Hajar Aswad, tak bisa bergerak maju karena terlalu penuh orang. Tiba-tiba ada empat orang mencoba mendekati kami berempat. Kebetulan salah seorang di antara mereka berada persis di samping Santi, seorang jurnalis Elsinta.
“Haji... haji... Mau cium Hajar Aswad?” ujar orang itu.
“Berapa untuk mencium Hajar Aswad,” tanya Santi.
Orang itu pun menjawab, “200 riyal.” Santi pun pura-pura bertanya kepada saya, “Mau tidak 200 riyal?”
Saya pun menggeleng. Santi langsung kembali berujar, “Mahal. kami berempat yang mau cium Hajar Aswad.” Orang yang mengenakan pakaian batik dan sarung serta peci tersebut berkata, “Kalau empat orang 400 riyal saja.”
Tanpa mengiyakan, kami berempat langsung berusaha berjalan ke arah keluar menghindari empat orang yang sudah mau mendorong kami ke arah Hajar Aswad. Alhamdulillah, ketika kami berusaha keluar dari kerumunan jamaah yang akan mencium Hajar Aswad, ada beberapa Askar yang mengamankan lokasi dekat dengan Hajar Aswad karena ada banyak bercak darah yang sedang dibersihkan.
Selain itu, ada seorang petugas kebersihan yang selesai membersihkan bercak darah akan keluar dari sekitar Hajar Aswad. Kami pun langsung mengikuti petugas kebersihan tersebut untuk keluar dari lokasi thawaf.
Joki Hajar Aswad itu memang benar-benar ada. Joki Hajar Aswad yang kami jumpai berpenampilan hampir sama, yakni mengenakan peci, baju batik dan seragam, kebanyakan postur badannya justru kecil, tingginya hanya sekitar 155-160 sentimeter.
Menurut seorang tenaga musiman yang bertugas di Sektor Masjidil Haram, Amiludin, bila jamaah haji sudah berhasil mencium Hajar Aswad, para joki Hajar Aswad akan meminta uang lebih dari yang semula ditawarkan.
Sesungguhnya, mencium Hajar Aswad itu hukumnya sunah. Jamaah sebaiknya tak memaksakan diri untuk mencium Hajar Aswad jika kondisinya tak memungkinkan.