BEKASI — Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menyatakan menunggu sidang isbat dalam penentuan awal Ramadhan. Ia juga meminta umat Islam tak perlu mempersoalkan jika ada perbedaan penetapan awal Ramadhan.
Perbedaan kerap terjadi karena perbedaan dalam metode saat menentukan Ramadhan. Justru, perbedaan bisa menjadi momen bagi umat Islam di Indonesia untuk mengekspresikan sikap toleran.
"Perbedaan tidak perlu dipermasalahkan, sesama umat Islam harus saling menghormati," kata Lukman, Selasa (17/6). Ia menegaskan sikapnya itu seusai acara peresmian Kampus IV Universitas Islam As-Syafi’iyah di Bekasi.
Pada Senin, Pimpinan Pusat Muhammadiyah resmi mengumumkan 1 Ramadhan 1435 Hijriyah jatuh pada 28 Juni 2014. Pemerintah akan menentukannya melalui sidang isbat yang akan melibatkan ormas-ormas Islam.
Penetapannya juga berdasarkan hasil pengamatan bulan baru atau hilal secara langsung. Menurut Lukman, sampai saat ini Kementerian Agama (Kemenag) belum ada keputusan tanggal penyelenggaraan sidang isbat.
Kemenag akan terlebih dahulu menyelenggarakan lokakarya selama dua hari. Yakni, 26 dan 27 Juni 2014, setelah itu baru akan dilakukan sidang isbat. Namun, ia mengaku tanggal pasti pelaksanaan sidang isbat belum diputuskan.
Ia berharap penetapan awal Ramadhan dan satu Syawal dapat dimusyawarahkan dengan baik. "Kalau tidak bisa sama karena masing-masing punya metodologi, masing-masing sesuai keyakinannya maka harus arif menyikapi perbedaan itu."
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) belum menetapkan Ramadhan karena berkoordinasi lebih dulu dengan pemerintah. "Isbat hanya formalitas dan kita tetap akan melihat hilal," ujar Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj.
Para petugas disebar ke sejumlah wilayah untuk mengamati hilal. Misalnya, di Bawean, Gresik, dan, Situbondo, serta Aceh. Ia menyatakan PBNU lebih memilih metode rukyat atau mengamati hilal dibandingkan hisab atau perhitungan.
Said mengatakan, bukan berarti NU tak bisa menghitung. "Ahli falak kami sudah sangat pintar. Buktinya, di bulan-bulan lain hitungannya tepat." Tapi khusus Ramadhan dan Syawal, tetap harus mengamati hilal meski sudah melakukan hisab.
Keluhkan miras
Secara terpisah, warga Tasikmalaya, Jawa Barat, Odi Junaidi (43 tahun), mengeluhkan di kotanya masih marak minuman keras (miras) dan pekerja seks komersial (PSK). Padahal katanya, Ramadhan sebentar lagi datang.
Ia sering melihat remaja belasan tahun pesta miras di gang dekat rumahnya. Ia mempertanyakan kemampuan pemerintah daerah menanggulangi masalah ini. Padahal sebentar lagi Ramadhan, mestinya bersih dari hal seperti itu.
Di sisi lain, ia mengeluhkan bebasnya PSK. Mereka bebas bergerak di warung remang-remang hingga pusat perbelanjaan. "Jika semua ini dibiarkan, akan mengganggu kekhusyukan berpuasa," ujarnya.
Kapolres Kota Tasikmalaya AKBP Noffan Widyayoko berjanji merazia miras dan PSK. Masyarakat maupun oknum kepolisian yang terlibat akan ditindak. Tiga hari lalu, kepolisian berhasil menyita 167 botol miras.
Selain itu, masyarakat di empat kecamatan di Boyolali, Jawa Tengah, masih melestarikan tradisi sadranan dalam menyambut bulan suci. Ini terjadi di Kecamatan Selo, Ampel, Musuk, dan Cepogo.
Selain masyarakat yang tinggal di sana, mereka yang merantau sengaja pulang kampung. Tradisi ini dimulai dengan membersikan makam leluhur.rep:edy setyoko/c61/c78 ed: ferry kisihandi