REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah dinilai tidak perlu membuat aturan dua harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan segera menaikkan harga. Penelitian menunjukkan, mayoritas konsumen sesungguhnya sudah setuju bila harga BBM dinaikkan.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menyatakan, pemerintah seharusnya tak perlu membuat aturan dua harga BBM bersubsidi atau mengambil solusi lainnya. “Konsumen itu sebenarnya sudah tak masalah bila harga naik,” ujarnya, Senin (15/4). Namun, kata dia, pemerintah saja yang membuat seolah-olah menaikkan harga sangat berisiko karena politik.
Alasan pemerintah yang selalu menuding kelompok miskin akan terkena dampak besar dari kenaikan BBM juga tak berdasar. Karena, berdasarkan penelitian, YLKI mencatat 60 persen pendapatan kelompok miskin justru lebih banyak dihabiskan ke makanan bukan ke BBM bersubsidi. Pemerintah tinggal mengatur teknisnya saja.
“Bagaimana agar kenaikan BBM bersubsidi tak memengaruhi makanan. Itu kan tugas mereka bagaimana mengendalikan harga,” kata Sudaryatmo. Lagi pula, aturan dua harga BBM bersubsidi tetap tak akan efektif untuk mengendalikan konsumsi BBM. Keharusan menyiapkan sejumlah infrastruktur bakal membuat aturan berjalan lamban. Penyediaan infrastruktur diperkirakan akan memakan waktu paling cepat tiga bulan.
Selain itu, tidak dilarangnya sepeda motor menggunakan BBM bersubsidi juga akan menjadi masalah lain, mengingat kelompok ini menggunakan lebih 50 persen dari kuota BBM bersubsidi. “Artinya kalau mobil pribadi saja dibatasi tapi motor tidak, ya sama saja,” katanya. Berapa volume BBM bersubsidi yang akan dihemat juga belum jelas.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo menyatakan, harga BBM bersubsidi untuk kendaraan pribadi belum akan diputus dalam waktu dekat. Bahkan menurutnya, pekan ini kemungkinan belum akan ada harga baru untuk Premium khusus mobil.
Namun yang pasti, bila opsi kenaikan harga dipilih, menurutnya harga baru BBM bersubsidi untuk mobil akan berada di antara Rp 4.500 sampai Rp 9.500 per liter. Berarti, kenaikan harga BBM bersubsidi untuk kendaraan bermotor akan berkisar antara Rp 1.000 hingga Rp 5.000 per liter.
Berdasarkan data Pertamina, harga ekonomis BBM bersubsidi Rp 10.200 per liter. Saat ini, subsidi yang digelontorkan Rp 5.700 per liter. Bila harga BBM bersubsidi mencapai Rp 9.500 per liter, subsidi yang dibayar pemerintah tinggal Rp 700 per liter.
Ekonom Universitas Atmajaya A Prasetyantoko mengatakan, pemerintah diminta untuk segera mengeluarkan kebijakan terbaru terkait pengendalian subsidi BBM. Berlarut-larutnya pengambilan keputusan akan mengakibatkan implikasi terhadap fiskal dan stabilitas ekonomi makro.
Menurut Prasetyantoko, kebijakan apa pun yang akan diambil pemerintah terkait pengendalian subsidi BBM hendaknya tidak dieksekusi pada semester II 2013. Sebab, tingkat inflasi saat ini tengah menunjukkan tren penurunan. Terakhir, inflasi Maret tercatat 0,63 persen. “Nanti kalau sudah memasuki Juni, inflasi akan naik lagi,” katanya.
Terkait, solusi dua harga BBM bersubsidi yang dilontarkan Menteri ESDM Jero Wacik, Prasetyantoko menilai upaya itu memang mampu mengurangi beban subsidi. Akan tetapi, dampaknya tidak akan signifikan dibandingkan menaikkan harga. n sefti oktarianisa/muhammad iqbal ed: fitria andayani
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.