Kamis 04 Jul 2013 01:58 WIB
Konflik Suriah

Konferensi Suriah Setelah Agustus

Menteri Luar Negeri AS, John Kerry (kanan) dan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov (kiri)
Foto: AP PHOTO
Menteri Luar Negeri AS, John Kerry (kanan) dan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR SRI BEGAWAN - Meski menemui banyak hambatan, Amerika Serikat (AS) dan Rusia tetap bersemangat untuk menggelar konferensi damai Suriah. Dua negara adidaya ini pun menginginkan segera dibentuk pemerintahan transisi untuk mengakhiri pertumpahan darah di Suriah.

Hal tersebut merupakan poin penting yang dibicarakan Menlu AS John Kerry dan mitranya dari Rusia, Sergey Lavrov, seusai menghadiri Pertemuan Para Menlu Asia Timur di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, Rabu (3/7).  Kedua menlu tersebut sama-sama meyakini bahwa pertemuan dan negosiasi damai harus segera dilakukan. Namun, menurut Kerry, konferensi damai Suriah paling cepat terselenggara pada Agustus atau mungkin sesudahnya.

Dalam menyikapi konflik di Suriah, selama ini AS dan Rusia berada di pihak yang berlawanan. AS mendukung bahkan telah sepakat untuk mempersenjatai kelompok oposisi. Sebaliknya, Rusia merupakan pendukung utama rezim Bashar al-Assad, dan diyakini pula telah memasok senjata untuk pasukan pemerintah.

Kerry dan Lavrov tak menampik perbedaan itu. Meski demikian, Kerry menegaskan, mereka punya satu keinginan yang sama, yaitu mengakhiri perang saudara di Suriah yang telah berkobar lebih dari dua tahun.

''Tujuan kami tetap sama, bahwa sebenarnya tidak ada kemenangan secara militer,'' ujar Kerry kepada wartawan usai melakukan pertemuan 90 menit dengan Lavrov.

Selain itu, tambah Kerry, kedua negara memiliki kewajiban untuk bekerja sama mengupayakan perdamaian. Hanya dengan cara itu maka kerusakan yang kian parah di Suriah bisa dicegah. 

Kerry menekankan, konferensi internasional untuk perdamaian Suriah itu akan fokus pada upaya pembentukan pemerintahan transisi di Suriah. Pemerintahan transisi itu adalah pemerintahan netral yang dibentuk dengan persetujuan bersama untuk menuju peralihan kekuasaan kepada pemerintahan yang permanen.

Bulan lalu, Lavrov sempat menyatakan AS telah mengirimkan sinyal yang bisa merusak rencana perdamaian. Ia mengatakan, kemungkinan diterapkannya zona larangan terbang oleh AS justru akan mendorong oposisi untuk bertempur.

Namun, usai pertemuan dengan Kerry di Brunei, Lavrov mengatakan pembicaraan dengan Menlu AS tersebut berjalan sangat baik. Selain dengan Lavrov, Kerry juga melakukan pembicaraan dengan Menlu Turki Ahmet Davutoglu. Pejabat senior AS mengatakan, mereka membicarakan masalah Suriah, utamanya mengenai pemberian bantuan kepada oposisi.  Mereka juga mendiskusikan cara untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan ke wilayah Suriah. Kerry dan Davutoglu mengkhawatirkan serangan militer Assad kepada rakyat sipil di Homs.

Seorang aktivis oposisi, Tariq Badrakhan, mengatakan, pasukan pemerintah yang didukung Hizbullah masih terus menggempur kota terbesar ketiga di Suriah itu. Tentara Assad berusaha merebut kota yang diambil alih dan menjadi basis oposisi selama lebih dari setahun ini. n ichsan emrald alamsyah  ed: wachidah handasah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement