REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Angkasa Pura II (Persero) mengajukan kenaikan pajak bandara (airport tax) tiga Bandara di Indonesia. Ketiga bandara itu adalah Bandara Kualanamu di Sumatra Utara, Bandara Sultan Syarif Qasim II Pekan Baru, dan Bandara Raja Haji Fii Sabililah Tanjung Pinang.
Sekretaris Perusahaan AP II Wasfan Widodo mengatakan, pengajuan peningkatan tarif itu untuk menyesuaikan dengan biaya perawatan dan memaksimalkan pelayanan. “Karena, ketiga bandara itu adalah bandara baru,” kata dia kepada Republika, Rabu (31/7). Kendati demikian, kata Wasfan, rencana kenaikan passenger service charge (PSC) tiga bandara tersebut masih dalam proses.
Direktur Utama AP II Tri S Sunoko menambahkan, pengajuan peningkatan tarif itu beragam. Bandara Tanjung Pinang dari Rp 25 ribu menjadi Rp 40 ribu. Lalu, Bandara Pekan Baru dari Rp 30 ribu menjadi Rp 50 ribu. Sedangkan, Bandara Kualanamu Sumatra Utara akan dinaikkan menjadi Rp 100 ribu dari sebelumnya Rp 35 ribu. “Ini masih proses. Semua tarif dan perubahan itu belum pasti,” ujar Tri.
Anggota Komisi V DPR Marwan Jafar berpendapat, usulan peningkatan biaya yang harus dibayar penumpang untuk menikmati layanan dan fasilitas yang disediakan bandara harus dianalisis dan dilakukan secara bijak. AP II harus memperhatikan betul efek domino dari peningkatan tersebut. “Jangan sampai membebani penumpang,” kata Marwan.
Menurut politikus PKB ini, peningkatan tarif tak boleh sampai harus mengorbankan rakyat atau penumpang. Walaupun Marwan mengakui, peningkatan tarif memang diperlukan. Selain itu, kata Marwan, pelayanan dan kualitas bandara harus ditingkatkan. Masyarakat akan merasa dirugikan apabila harus membayar PSC mahal, tetapi cuma mendapatkan pelayanan dan fasilitas minim.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menyatakan, kenaikan PSC harus disesuaikan dengan pelayanan yang akan diberikan pihak bandara. Para penumpang pun harus diinformasikan terkait haknya dan boleh menuntut apabila tak sesuai janji. “Jangan fasilitas dan pelayanan minim, tapi bayarnya minta lebih,” ujar Sudaryatmo.
Menurut Sudaryatmo, ada beberapa fasilitas yang harus diperhatikan AP II, di antaranya pelayanan dan minimnya jumlah kursi di bandara. Pelayanan di sejumlah bandara masih belum bagus dan masih banyak yang duduk di lantai karena jumlah kursi minim. “Kekurangan ini harus segera diperbaiki dulu.”
Senada dengan Sudaryatmo, pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan, peningkatan biaya pajak bandara harus disesuaikan dengan pelayanan yang bagus dan fasilitas yang baik.
Menurut Alvin Lie, bandara di Indonesia harus membuat standar pelayanan dan fasilitas dan mengategorikannya layaknya hotel. “Jadi, nanti ada bandara kelas bintang satu sampai bintang lima,” katanya. Pemeringkatan dan alasan pemberian bintang bandara, kata Alvin, harus disosialisasikan agar publik bisa langsung menilai.
Ma'ruf (31 tahun), salah seorang penumpang pesawat terbang dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Makassar, mengatakan, rencana kenaikan pajak bandara terlalu tinggi dan mahal. “Kalau naik pelayanan harus naik, jangan langsung tinggi naiknya sampai Rp 100 ribu begitu,” katanya di Terminal 1A Bandara Soekarno-Hatta.
Ma'ruf pun bercerita, beberapa waktu lalu dia pernah kehilangan barang di bandara. Namun, untuk mengurusnya harus melalui prosedur yang sangat rumit. Dengan membayar pajak bandara seharga yang berlaku saat ini saja, penumpang tidak memiliki jaminan keamanan yang baik.
Dia berharap, apabila memang pajak bandara harus naik, pelayanan bandara harus lebih ditingkatkan. Selain itu, semua pelayanan harus memenuhi standar yang ditetapkan. “Jangan sampai penumpang kelas biasa dianaktirikan dari penumpang lain untuk pelayanan VIP.”
Penumpang lainnya, Sutino (42 tahun), tidak setuju dengan rencana kenaikan pajak bandara. Menurutnya, rencana tersebut harus ditinjau ulang lagi agar tidak asal menaikkan tarif tanpa dasar alasan yang kuat. Kalaupun harus naik, nominalnya tidak lebih dari 25 persen dari yang berlaku saat ini. “Kenaikannya harus wajar agar terjangkau semua kalangan,” katanya. n aldian wahyu ramadhan/c12 ed: eh ismail
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.