Sabtu 03 Aug 2013 08:10 WIB
Buruh Di-PHK

Buruh Di-PHK karena Shalat, Pemerintah Lepas Tangan

Pemutusan Hubungan Kerja (ilustrasi)
Foto: principalspage.com
Pemutusan Hubungan Kerja (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Dita Indah Sari mengaku tidak bisa berbuat banyak atas di-PHK-nya buruh bernama Lami karena persoalan shalat. Dita yang mewakili pemerintah itu justru meminta agar Lami berunding dengan perusahaannya untuk menyelesaikan masalah.

Menurut Dita, yang paling tahu masalah itu adalah Lami sendiri dan perusahaannya. Sedangkan, pemerintah merupakan pihak ketiga yang berada di luar mereka.

Dita menganggap, Lami bukan dilarang shalat oleh perusahaan yang mempekerjakannya. Ia hanya dilarang shalat di ruang detektor yang tidak boleh dimasuki siapa pun. Namun sayangnya, ruang detektor tersebut tidak diberi tanda dilarang masuk. Dita justru berani menjamin perusahaan yang mempekerjakan Lami membebaskan karyawannya shalat. Kendati pada faktanya, Lami harus di-PHK karena persoalan shalat di ruang detektor.

"Ini hanya kesalahpahaman saja. Tidak ada pelanggaran HAM sebab Lami tidak dilarang shalat. Kalau Lami dilarang shalat, seharusnya di perusahaan itu tidak ada mushala, kalau ada mushala berarti tidak ada larangan shalat," ujar Dita di Jakarta, Jumat (2/8).

Dita menambahkan, jika perundingan antara Lami dan perusahaan tersebut sudah mengalami deadlock, dinas tenaga kerja baru bisa memberi bantuan atau mediasi. Sekalipun Lami kini telah di-PHK, pemerintah merasa masih belum bisa ikut campur. "Tapi, sebaiknya kalau bisa diselesaikan di antara mereka lebih dulu," katanya.

Analoginya, kata Dita, seperti suami-istri yang sedang bertengkar. Mereka harus menyelesaikan masalah di antara keduanya. Kalau sudah deadlock, baru meminta bantuan orang ketigas seperti mertua atau ketua RT.

Berbanding terbalik dengan polemik shalat, Dita justru lebih tegas saat mengomentari latar belakang Lami yang menjadi salah satu inisiator serikat pekerja di tempatnya bekerja. Menurut Dita, dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah diatur mengenai serikat pekerja. Buruh atau pekerja yang mendirikan atau mengikuti serikat pekerja tidak boleh dimutasi atau dipecat. Mereka juga tidak boleh diberi sanksi karena mendirikan serikat pekerja.

Dia mengatakan, jika Lami dipecat karena mendirikan serikat pekerja, dia harus segera membuat kronologi kejadian seperti bukti rekaman maupun menunjukkan surat pemberian sanksi kepadanya. Lalu, mereka bisa melaporkan hal tersebut ke Dinas Tenaga Kerja untuk menyelesaikan permasalahan lebih lanjut.

Sikap Kemenakertrans terkait Lami langsung mengundang reaksi keras DPR. Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS Indra meminta agar Kemenakertrans tidak lepas tangan. Bagi Indra, kasus Lami jelas sebuah pelanggaran HAM. "Terdapat indikasi pelanggaran HAM dalam kasus ini," katanya.

Indra menyesalkan peristiwa yang menimpa Lami. Ibadah itu merupakan HAM yang dilindungi oleh Pasal 29 Ayat 1 dan 2 UUD 1945. Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kebebasan beribadah pekerja juga dilindungi.

Saat urusan ibadah diganjar pemecatan, dia menilai telah terjadi sebuah kezaliman. "Pemecatan Lami merupakan tindakan kesewenang-wenangan perusahaan kepada pekerja. Kalau Lami dipecat karena shalat di ruang yang salah, ini hanya alasan yang mengada-ada," ujar Indra.

Sepertinya, kata Indra, perusahaan di mana Lami bekerja ingin memberangus upaya pembentukan serikat pekerja. Lami sendiri merupakan salah satu buruh yang mendirikan serikat pekerja. Perusahaan itu hanya mencari-cari kesalahan Lami agar bisa memecatnya.

Indra meminta agar Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi segera memberikan perhatiannya terhadap kasus yang menimpa Lami. Mereka jangan lepas tangan melihat ketidakadilan. "Dinas Tenaga Kerja tidak hanya memiliki fungsi mediasi jika pekerja dan perusahaan berselisih. Mereka juga memiliki fungsi pengawasan, makanya ada dirjen pengawasan," kata Indra.

Kemenakertrans, terang Indra, harus menegur keras perusahaan yang memecat Lami. Ini terdapat indikasi yang kuat memberangus serikat pekerja. "Jangan biarkan buruh dizalimi perusahaan, sementara pemerintah diam saja, padahal fungsi negara adalah melindungi warganya," ujarmya menerangkan.

Sebelumnya, seorang buruh bernama Lami mengaku di-PHK karena memprotes pejabat perusahaan yang melarang shalat di pabrik tempatnya bekerja di bilangan Cakung, Jakarta Timur. Lami lantas mengadukan masalah tersebut ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Rabu (31/7). Ia datang didampingi pengurus LSM Kontras dan beberapa temannya. "Saya dipersulit untuk shalat. Saya protes, lalu malah dipercat,” ujar Lami saat melapor ke Komnas HAM. n dyah ratna meta noia ed: abdullah sammy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement