REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas fiskal dan moneter menghadapi tantangan berat dalam menjaga perekonomian. Pengaruh faktor eksternal masih terus terjadi selama beberapa bulan ke depan. Fokus pembenahan bukan hanya pada nilai tukar rupiah dan saham, melainkan harus berlangsung secara menyeluruh. "Kita tidak hanya menjaga nilai tukar, tapi juga mau neraca pembayaran bisa sustainable (berkesinambungan). Tantangan ke depan masih besar," ujar Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo di Jakarta, Rabu (21/8).
Dia mengingatkan pada September mendatang masih akan ada pengurangan stimulus moneter di Amerika Serikat (AS) yang bisa berdampak pada negara berkembang seperti Indonesia. Indonesia harus mempersiapkan diri menghadapi pengurangan stimulus moneter AS itu.
Menurut Agus, bank harus memelihara ketersediaan valuta asing agar jangan sampai mismatched (ketidaksesuaian). BI menjaga nilai tukar rupiah dalam mewujudkan terciptanya neraca pembayaran Indonesia yang lebih sehat. Salah satu upaya BI, melakukan intervensi ke dalam pasar berupa pembelian surat utang negara.
Nilai tukar rupiah kembali melemah mendekati level Rp 11 ribu per dolar AS pada Rabu petang. Rupiah melemah 215 poin menjadi Rp 10.945 per dolar AS, sedangkan dalam kurs tengah BI menyentuh Rp 10.723 per dolar AS. Kurs dolar juga menguat terhadap euro dan yen di perdagangan Asia pada Rabu. Sedangkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik ke posisi 4.218,45 pada penutupan Rabu petang.
Pejabat BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Kementerian Keuangan sudah melakukan serangkaian pertemuan sejak awal pekan ini. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumpulkan sejumlah menteri serta pimpinan otoritas fiskal dan moneter dalam rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, kemarin. Presiden menyiapkan paket kebijakan dalam bentuk peraturan presiden (perpres) menyikapi pelemahan rupiah dan saham.
"Paket akan segera disiapkan dalam dua hari ini. Jumat (23/8) pagi akan saya putuskan sebagai paket kebijakan dan tindakan pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Pada hari berikutnya sudah dijalankan," kata Presiden.
Menurut Presiden, kebijakan ini merupakan langkah cepat, tepat, dan terukur dan semua ditujukan bagi kepentingan rakyat dan perekonomian dalam negeri.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa memberi gambaran bahwa paket kebijakan nantinya akan mengatasi defisit transaksi berjalan, menekan inflasi, dan merespons rupiah. "Utamanya adalah mendorong peningkatan investasi. Bila investasi asing masuk, secara langsung akan menekan defisit transaksi berjalan," kata dia. Langkah lainnya adalah mendorong ekspor hasil industri, terutama usaha padat karya.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Rosan P Roeslani menilai, masalah defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan harus segera diatasi.
Sementara, anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta tidak melihat ada kebijakan yang sinergis dan komprehensif antara kebijakan fiskal dan moneter. Defisit neraca transaksi berjalan yang mencapai 4,4 persen produk domestik bruto (PDB) saat ini merupakan terbesar dalam sejarah. n satya festiani/esthi maharani/muhammad iqbal/aldian wahyu ramadhan/rr laeny sulistyawati ed: m ikhsan shiddieqy
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.