REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bisnis usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) terancam gulung tikar menyusul dinaikkannya BI Rate menjadi tujuh persen. Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (Hipmikindo) menyampaikan bahwa banyak UMKM yang kemungkinan gagal membayar bunga bank.
Apalagi sebelumnya, kata Ketua umum Hipmikindo Maz Pandjaitan, serangan atas sektor UMKM datang bertubi-tubi. Ia menyebut, UMKM menghadapi persoalan serius mulai dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kenaikan harga bahan-bahan pokok, masuknya tahun ajaran baru, dan pelemahan nilai rupiah terhadap dolar AS.
“Kemudian Bank Indonesia menaikkan BI Rate yang membuat bank-bank menaikkan suku bunga pinjaman,” kata Maz, Ahad (1/9). Padahal, jelasnya, pinjaman dari bank itu dipergunakan untuk modal UMKM, bukan untuk konsumtif.
Mayoritas anggota Hipmikindo, menurut Maz, mengeluhkan nilai bunga pinjaman bank yang sebelumnya sudah tinggi, yaitu antara 13-20 persen. Sehingga, jika para pelaku UMKM mengajukan pinjaman baru maka bunganya menjadi lebih tinggi lagi yang berdampak pada meningkatnya biaya-biaya, termasuk biaya untuk memproduksi barang.
Jumlah pelaku UMKM yang gagal bayar atau tidak bisa membayar pinjaman bunga bank, jelas Maz, bisa mencapai empat juta orang sebelum BI Rate naik. Jika suku bunga bank dinaikkan lagi, Hipmikindo mengaku khawatir jumlah itu bisa dua kali lipatnya.
Pada pekan lalu, BI menggelar rapat dewan gubernur (RDG) tambahan membahas BI Rate. Biasanya, RDG ini dilakukan pada setiap awal bulan. Namun, karena tekanan kuat pasar, RDG tambahan pun digelar. Hasilnya, menyikapi pelemahan rupiah dan ancaman tingginya inflasi, BI menaikkan suku bunga acuan BI Rate 50 basis poin menjadi tujuh persen.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengakui, kenaikan BI Rate ini berdampak pada laju kredit perbankan yang bakal menurun. Namun, secara umum, perbankan nasional tidak akan mengalami tekanan sampai masuk pengawasan khusus. Ini merupakan kenaikan ketiga kalinya BI Rate sejak Juni 2013 dengan total 125 basis poin, sebanyak 25 poin pada Juni, 50 poin pada Juli dan Agustus.
BI mencatat net ekspansi kredit UMKM pada triwulan I 2013 sebesar Rp 3,4 triliun atau 2,3 persen dari rencana bisnis bank (RBB) yang mencapai Rp 145 triliun. Total penyaluran kredit UMKM pada periode ini mencapai Rp 555,6 triliun, tumbuh 15,5 persen sementara kredit umum naik rata-rata 23,1 persen.
Tingkat kredit (NPL) macet UMKM secara umum pada triwulan I 2013 ini baru 3,77 persen, lebih tinggi dari periode tiga bulan sebelumnya sebesar 3,4 persen. Sektor usaha kecil mencatat NPL tertinggi dengan 5,47 persen. Sesuai ketentuan BI, NPL tertinggi hanya lima persen sedangkan NPL sektor usaha kecil sudah di atas itu.
Maz berharap, pemerintah memutuskan dan mendesak agar perbankan nasional tidak menaikkan suku bunga pinjaman sektor UMKM. Pihaknya juga ingin koperasi simpan pinjam memiliki peran lebih besar dengan memberikan bunga pinjaman yang rendah dan tidak menaikkan suku bunga.
Harapan Hipmikindo lainnya adalah mendorong pembiayaan pinjaman dari BUMN-BUMN dengan bunga rendah. Selama ini, BUMN-BUMN sudah melaksanakan bantuan kepada UMKM melalui PKBL (program kemitraan dan bina lingkungan) maupun pemberian dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). n rr laeny sulistyawati ed: elba damhuri
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.