Senin 30 Jun 2014 13:00 WIB

Kualitas SDM

Red:

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah di depan mata. Pada 2015, siap tak siap, bangsa Indonesia harus siap bersaing dengan negara-negara lain di Asia Tenggara karena ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal.

Semua penduduk yang tinggal di ASEAN dapat keluar dan masuk dari satu negara ke negara lain untuk mendapatkan pekerjaan tanpa adanya hambatan di negara yang dituju. Yang sangat dikhawatirkan, tenaga kerja Indonesia akan kalah bersaing dengan tenaga kerja dari negara-negara tetangga.

Bukan tak mungkin, pada era MEA nanti Indonesia akan dibanjiri pekerja medium-skilled yang berasal dari Singapura, Malaysia, dan Filipina. Jika kalah bersaing, maka penduduk Indonesia akan tersingkir di negeri sendiri.

Laporan Pembangunan Manusia yang dirilis UNDP pada 2013 menempatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada di posisi ke-121 dari 187 negara di dunia. IPM Indonesia masih kalah jauh dibandingkan Malaysia, yang menempati urutan ke-64 dan Singapura di peringkat ke-18.

Data UNDP juga menunjukkan rata-rata lama bersekolah penduduk Indonesia usia 25 tahun ke atas baru mencapai 5,8 tahun. Itu artinya, sebagian besar penduduk Indonesia bahkan tidak lulus sekolah dasar. 

Menurut Kepala BKKBN Fasli Jalal, salah satu penyebab rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia karena terabaikannya isu bidang kependudukan oleh elite politik. Itu artinya, capres dan cawapres terpilih nanti harus memberi perhatian serius terhadap pembangunan sumber daya manusia Indonesia.

Pasangan capres dan cawapres nomor urut satu, Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, dalam visi-misinya berjanji akan mewujudkan Indonesia yang berkeadilan dengan sumber daya manusia yang berakhlak, berbudaya luhur, berkualitas tinggi, sehat, cerdas, kreatif, dan terampil. Untuk meningkatkan kualitas SDM, pasangan ini bertekad untuk mereformasi pendidikan. Salah satunya dengan merealokasi dan meningkatkan efesiensi terhadap pos-pos belanja pendidikan dalam APBN.

Prabowo-Hatta juga berjanji untuk melaksanakan wajib belajar 12 tahun dengan biaya negara, menghapus pajak buku, mengembangkan pendidikan jarak jauh terutama untuk daerah yang sulit terjangkau dan miskin. Selain itu, berjanji meningkatkan martabat dan kesejahteraan guru, dosen, dan penyuluh.

Sedangkan, pasangan capres-cawapres nomor urut dua, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, dalam visi-misinya menyatakan bahwa kemandirian suatu bangsa tecermin pada ketersediaan SDM yang berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangunannya. Untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, Jokowi-JK bertekad meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan melalui program Indonesia Pintar dengan wajib belajar 12 tahun bebas pungutan. 

Selain itu, Jokowi-JK juga bertekad meningkatkan layanan kesehatan, dengan menginisiasi Kartu Indonesia Sehat dan meningkatkan kesejahteraan dengan program Indonesia Kerja dan Indosesia Sejahtera. Duet Jokowi-JK juga berjanji meningkatkan  produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.

Semoga janji-janji kampanye itu diwujudkan ketika mereka terpilih sebagai presiden dan wakil presiden 2014-2019. Sebab, jika pembangunan SDM diabaikan, maka negeri ini akan kalah bersaing dari bangsa-bangsa lain.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement