INDRAMAYU - Ratusan kapal nelayan di sentra nelayan Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, saat ini tidak bisa melaut. Pembatasan penjualan solar bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) menjadi penyebabnya. "Stok solar habis," kata Kepala SPBN Karang Song Agung Teja Legawa, Senin (25/8).
Agung menerangkan, di Kecamatan Karangsong terdapat 500 kapal. Dari jumlah itu, kata Agung, sekitar 30 sampai 40 persen kapal tidak bisa melaut akibat tidak kebagian jatah solar. Menurut Agung, stok solar bulan Agustus untuk kapal-kapal besar, sudah habis pada 14 Agustus lalu. Sedangkan sisa solar sebanyak 700 kilo liter untuk kapal-kapal kecil, juga sudah habis pada 15 Agustus.
Foto:Raisan Al Farisi/Republika
Sejumlah kapal nelayan yang tidak melaut yang berlabuh di Pantai Utara kawasan Eretan, Indramayu, Selasa (26/8). Akibat langkanya BBM jenis solar di jalur Pantai Utara, para nelayan di kawasan Eretan tidak melaut.
Agung menjelaskan, untuk mendapatkan solar, para nelayan harus menunggu pasokan solar pada 1 September. Untuk bulan Agustus, SPBN Karang Song tidak mendapat penambahan jatah solar dari Pertamina. "Jadi sekarang benar-benar kosong, tidak ada stok solar yang tersisa," kata Agung.
Agung memerinci, pasokan solar untuk SPBN Karang Song semula mencapai 608 ribu kilo liter. Namun, sejak adanya kebijakan pengurangan kuota solar bersubsidi dari pemerintah, jumlah pasokan solar ke SPBN Karang Song hanya menjadi sekitar 480 ribu kiloliter. Agung mengaku tidak memiliki solusi meski, menurutnya, banyak nelayan meluapkan kemarahan kepada pihak SPBN.
BPH Migas melalui Surat Edaran No 937/07/Ka BPH/2014 tertanggal 24 Juli 2014 memang telah menerbitkan kebijakan pembatasan penjualan solar dan Premium bersubsidi mulai Agustus 2014. Khusus untuk konsumsi kapal nelayan, alokasi solar bersubsidi untuk lembaga penyalur nelayan dipotong 20 persen dengan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30 ton.
Di sejumlah kecamatan di Kabupaten Semarang, para pelaku usaha penggergajian kayu juga kesulitan mendapatkan solar. Kondisi ini terjadi pasca-Lebaran 2014. "Praktis, penggergajian kayu ini tak dapat beroperasi setelah tidak bisa mendapatkan solar untuk bahan bakar mesin penggergajian," ujar Rumiyati (37), pengelola penggergajian kayu di Bawen.
Kondisi yang sama juga dialami para pengusaha jasa penggergajian kayu yang ada di Kecamatan Jambu serta sebagian Kecamatan Ambarawa. Biasanya, lanjut Rumiyati, solar untuk mengoperasikan mesin penggergajian solar diperoleh dari stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) terdekat.
Usaha penggergajian kayu yang dikelolanya, terang Rumiyati, membutuhkan solar bersubsidi hingga 50 liter per hari. Namun, belakangan, sejumlah SPBU mulai melakukan pembatasan pembelian. Pembelian solar bersubsidi untuk usaha penggergajian kayu kini dijatah maksimal 20 liter per hari. "Kalau terus begini, usaha kami bisa gulung tikar."
PT Pertamina Marketing Operation Region IV Jawa Tengah-DIY menyatakan, pihaknya tengah berupaya mengendalikan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Strategi ini dilakukan agar sisa kuota BBM bersubsidi untuk kedua daerah ini dapat mencukupi kebutuhan hingga akhir 2014.
Humas Pertamina Region Jawa Tengah dan DIY Robert MV Dumatubun mengatakan, yang terjadi di lapangan bukan kelangkaan BBM bersubsidi. "Karena memang ada pengendalian sisa kuota BBM bersubsidi dapat dibagi proporsional dan cukup disalurkan per hari, sampai akhir tahun nanti," ujarnya, Senin (25/8).
Robert menambahkan, pengendalian penjualan BBM harus dilakukan. Alasannya, kuota BBM bersubsidi yang tersisa akan habis pada akhir November untuk jenis solar dan pertengahan Desember untuk Premium. "Artinya, apabila secara proporsional BBM tersebut sudah disalurkan dan sudah terserap, maka konsumen dipersilakan menggunakan BBM nonsubsidi yang juga sudah tersedia di SPBU," kata Robert. rep:lilis sri handayani/bowo pribadi ed: andri saubani