Senin 14 Nov 2016 14:00 WIB

Muhammad Nasir Djamil, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS: Harus Menjernihkan Motif Pengeboman

Red:

Bagaimana tanggapan Anda soal pengeboman di Samarinda?

Iya, tentu saja ini bagian dari teror. Hanya saja, apakah ini bagian dari jaringan terorisme di Indonesia, kita kan belum tahu seperti apa. Tapi kan kondisi-kondisi ini juga harus diwaspadai. Apakah ini bagian dari kontraintelijen atau seperti apa? Karena kejadian ini seperti dikaitkan degan aksi 4 November, lalu kemudian safari politik Presiden (Joko Widodo). Jadi, orang bertanya-tanya ada apa ini

Kedua, juga harus ditanya dulu seberapa sering misalnya gereja tersebut mendapatkan ancaman. Jadi, memang harus diwaspadai jangan sampai kemudian seolah-olah ini bagian dari rentetan aksi 4 November, kemudian safari politik Presiden, dan pertemuan alim ulama PKB dan PPP. Jadi, saya pikir aparat harus menjelaskan bahwa ini berdiri sendiri dan tidak ada kaitannya dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya, sehingga kemudian posisinya tidak dijadikan bahwa ini adalah cara umat Islam untuk meneror.

Ketiga, ini kan November dan sebentar lagi Desember, harus diperjelas juga apakah ini sebuah prakondisi untuk membenturkan umat beragama di Indonesia terkait dengan kehadiran Natal. Ini yang harus diwaspadai, menurut saya. Karena itu, yang harus dipastikan pertama kali adalah apakah pelakunya lone wolf atau pelaku tunggal. Dan tentu kita berharap aparat bisa menjelasakan apa latar belakang pelaku melakukan aksi teror itu.

Apa yang membuat aksi teror masih saja terjadi di Indonesia?

Persoalannya di negeri ini di tempat kita soal pendudukan ini memang menjadi persoalan besar, sehingga orang ketika ada pelaku kejahatan kita tidak bisa melacak siapa orang itu. Akhirnya, hanya aparatlah yang paling tahu latar belakang pelaku itu, masyarakat tidak tahu. Ini persoalan, memang. Jadi, karena aparat yang tahu, akhirnya kadang ada klaim sepihak soal mereka, soal pelaku-pelaku ini.

Jika memang ada teror, siapa yang harus bertanggung jawab?

Kita tidak tahu siapa yang bertanggung jawab. Tapi, kalau pelaku bisa diinterogasi, memang saya pikir aparat harus bisa menjawab siapa di balik peristiwa itu sehingga bisa ditemukan siapa yang  bertanggung jawab. Dan itu bisa dilihat dari riwayatnya, interaksinya, dan lain-lain.

Pelaku sudah pernah melakukan teror dan dipidana. Mengapa masih mengulangi aksinya?

Ini karena memang sistem pendudukan kita ini masih carut-marut sehingga tidak bisa terdeteksi dan orang dengan mudah bisa mengubah identitas dan  mendapatkan kartu penduduk yang membuat kemudian pelaku-pelaku kejahatan tinggal agak leluasa di negeri ini. Jadi kacau sekali. Memang sistem kependudukan kita amburadul, itu yang membuat penegak hukum tidak bisa mendeteksi di mana keberadaan pelaku kejahatan dan tidak bisa mengantisipasi. Ini persoalan, menurut saya, jadi memang harus diperbaiki.

Apa evaluasi ke depan yang dapat dilakukan pemerintah dan aparat keamanan?

Jadi, menurut saya, sistem kependudukan kita harus benar-benar bisa mengakses  dan membantu penegak hukum untuk mendeteksi dini terhadap kejadian-kejadian. Artinya, dengan demikian, intelijen kita itu bisa kerja, mengantisipasi.

Kemudian, yang kedua, memang di kepolisian itu diharapkan harus ada data orang-orang yang berpotensi untuk melakukan teror terhadap tempat-tempat ibadah. Ketiga, masyakarat juga harus berpartisipasi terkait aksi teror, terutama di tempat-tempat ibadah, karena ini feelingku mengatakan ini pelakunya ini seakan mencoba membenturkan antarumat beragama dan ini mencoba menghubungkan dengan peristiwa 4 November.      Oleh Muhyiddin, ed: Fitriyan Zamzami

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement