Jumat 03 Oct 2014 17:00 WIB

Belok Gaya Bulog ...

Red:

Oleh: Selamat Ginting -- Istilah Buloggate merupakan istilah jurnalis dalam mengungkap kasus skandal yang terjadi di Perusahaan Umum Bulog. Istilah tersebut dipengaruhi  peristiwa di Negeri Paman Sam. Berawal dari laporan investigatif jurnalisitik di koran the Washington Post pada 1972-1973. Laporan jurnalistik itu mengungkap skandal penyadapan yang dilakukan tim kampanye Presiden Amerika Serikat Richard Nixon dari Partai Republik terhadap markas kampanye Partai Demokrat yang menjadi lawannya dalam pemilihan presiden.

Akibat laporan investigatif itu, Presiden Nixon terjungkal dari kekuasaannya dan mengundurkan diri pada 8 Agustus 1974. Skandal ini kemudan disebut sebagai skandal Watergate, yang berasal dari nama kompleks bangunan di Washington DC, sekretariat kantor kampanye Partai Demokrat. Istilah "gate" kemudian dipakai secara salah kaprah untuk menamakan berbagai skandal lainnya, seperti Irangate, Bruneigate, dan Buloggate. 

"Memvonis terdakwa Wakil Kepala Bulog Saudara Sapuan dengan hukuman dua tahun penjara dan terbukti bersalah menggelapkan dana nonbujeter Bulog sebesar Rp 35 miliar," demikian bunyi putusan majelis hakim yang menyapu Sapuan ke balik jeruji.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:warta intra bulog

Ya, di Indonesia, skandal Buloggate merupakan kasus yang begitu terkenal karena menjerat petinggi-petingggi negara. Kasus-kasus yang melibatkan nama Bulog dahulu merupakan akronim dari Badan Urusan Logistik, serta jajaran pimpinannya sejak lama sudah mengemuka.

Kalau Watergate menyebabkan Presiden Nixon tumbang, begitu pula dengan Buloggate. Pada masa awal pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), kasus Buloggate I sangat populer. Kasus ini melibatkan Yayasan Bina Sejahtera (Yanatera) Bulog yang dikelola mantan wakil kepala Bulog, Sapuan. Kasus ini mengantarkan Gus Dur lengser pada 2001. Setelah sebelumnya ia menerima dua kali memorandum DPR RI.

Keterlibatan Presiden Gus Dur baru terungkap secara terbatas, yaitu adanya pertemuan antara Presiden dan Sapuan di Istana. Dalam pertemuan itu, Presiden menanyakan dana nonbujeter Bulog dan kemungkinan penggunaannya. Sapuan mengatakan, dana nonbujeter itu ada, tetapi penggunaannya harus melalui keppres (keputusan presiden). Keterlibatan Gus Dur baru terungkap sebatas itu. Memang dalam kasus ini terlihat kental sekali nuansa politik daripada persoalan hukumnya.

Kasus yang melibatkan Bulog juga terjadi pada masa-masa berikutnya. Peristiwa yang terjadi pada 1999 melibatkan mantan kepala Bulog Rahardi Ramelan serta mantan ketua DPR RI dan ketua umum Partai Golkar Akbar Tanjung. Masyarakat lebih mengenal peristiwa ini dengan nama Buloggate II.

Kasus Buloggate II merupakan kasus penyelewengan dana bantuan untuk korban bencana alam yang dialirkan dari pemerintah melalui rapat kabinet dan diputuskan memakai dana nonbujeter Bulog yang dipimpin Rahardi Ramelan dan disalurkan ke Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Akbar Tandjung.

Kepala Bulog Rahardi Ramelan akhirnya ditahan dalam kasus penyalahgunaan dana nonbujeter Bulog yang merugikan negara Rp 54,6 miliar. Mantan mensesneg Akbar Tandjung juga pernah ditahan sewaktu masih dalam penyidikan dan persidangan. Akbar akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung dalam putusan kasasinya.

Dari beberapa kasus yang melibatkan lembaga yang identik dengan beras ini, ditandai dengan tersingkapnya berbagai kebohongan, kesaksian palsu, dan rekayasa. Sebab, tidak ada orang waras yang mau dijadikan kambing hitam atau dikorbankan untuk suatu hal yang tidak benar atau tak dilakukan. Persis pada titik inilah dugaan adanya manipulasi dan rekayasa pada Buloggate.

Kemudian, muncul pula mantan dirut Perum Bulog Widjanarko Puspoyo yang divonis 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta oleh Mahkamah Agung (MA). MA menolak kasasi Widjanarko. Bahkan, mantan menteri koperasi dan UKM yang juga menjabat sebagai kepala Bulog Bustanil Arifin juga pernah menginap di ruang tahanan Polda Metro Jaya. Mantan menteri era Orde Baru ini ditahan telah melakukan tindakan salah prosedur dengan mengeluarkan dana Bulog sebesar Rp 10 miliar untuk membeli tanah milik putra mantan presiden Soeharto, Bambang Trihatmodjo, di Jalan HR Rasuna Said Kav 3 dan 5, Kuningan, Jakarta Selatan, seluas 4.003 m2.

Sebelumnya juga, mantan kabulog Beddu Amang pernah ditahan dalam kasus tukar guling Goro Batara Sakti dan Bulog yang merugikan negara Rp 94, 5 miliar. Kasus ini juga menyeret sejumlah nama beken di Tanah Air, seperti Hutomo Mandala Putra Soeharto, Ricardo Gelael, dan Hokiarto. Tommy oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan diputus bebas, tapi kejaksaan langsung menyatakan kasasi atas putusan bebas itu. Kasasi kejaksaan itu pun diterima oleh Mahkamah Agung yang menyatakan Tommy bersalah dan harus dihukum selama 18 tahun penjara. Namun, Tommy melarikan diri saat akan dibawa kejaksaan ke LP Cipinang.

Bagaimana dengan pimpinan Bulog saat ini? Berawal dari mundurnya secara mendadak Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bidang Pangan dan Energi, Jusuf Gunawan Wangkar (JGW), pada Mei 1993. Dari situlah, nama Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso menjadi bahan gunjingan publik. Apakah mundurnya JGW terkait dengan masalah impor beras Perum Bulog? Belum bisa dibuktikan secara hukum. 

Namun, sejak itu nama Dirut Perum Bolug Sutarto Alimoeso sebagai pajabat negara yang mendapatkan perhatian ekstra. Memori tentang sejumlah pimpinan Bulog yang masuk hotel prodeo pun kembali dibuka. Apalagi, umumnya mereka memiliki hubungan khusus dengan presiden atau istana kepresidenan. 

"Saya serahkan kepada Pak Dahlan untuk mengambil keputusan terbaik. Dulu saya setuju (Tarto) diganti karena saya tidak ingin dinilai mempertahankan teman sekolah saya. Kalau selama ini saya menyetujui Pak Tarto diganti, itu karena beliau adik kelas saya di SMA di Pacitan," ungkap Presiden SBY dalam dialog dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan, seperti dikutip dalam tulisan Dahlan Iskan dengan judul, "Jenderal Semut Kebanggaan Bangsa".

Dahlan mengakui, saat mendapatkan kepercayaan menjadi menteri BUMN, dia mendapatkan laporan tentang buruknya kinerja Sutarto Alimoeso sebagai dirut Bulog. Namun, ia memutuskan untuk bertemu dulu dengan orang yang namanya Sutarto itu. "Saya akan bicara dengan dia dan mencari tahu mengapa kinerjanya dinilai kurang baik?" Apalagi, laporan itu juga sudah masuk ke saku Presiden SBY. Dahlan akhirnya memberikan kesempatan ulang kepada Sutarto daripada menggantinya.

Pegiat antikorupsi dan pers pun mendapatkan laporan tentang dugaan modus korupsi di Bulog. Mulai dari permainan harga dan kualitas beras impor, hingga korupsi dalam penanganan beras miskin (raskin).Soal evaluasi selanjutnya, tentu saja akan dinilai oleh tim yang dibentuk presiden, aparat penegak hukum, dan publik setelah berakhirnya pemerintahan Presiden SBY pada 20 Oktober mendatang.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement