"Ko Ciang dan Ko Seng adalah pencukur rambut favorit saya," Roni Liu berkisah kepada Republika sembari rambutnya dicuci di atas bak wastafel. Namun, keduanya kini sudah meninggal.
Tempat cukur rambut favorit Roni Liu kini hanya menyisakan tiga orang pencukur rambut, Pi Cis, A Pauw, dan Ji Sin, tiga yang tersisa di kedai potong rambut Ko Tang, terletak di sebuah gedung tua yang terimpit deretan penjual nasi campur di Gang Gloria, Glodok.
Roni Liu melanjutkan ceritanya, "Sudah lebih dari 25 tahun saya langganan di tempat ini." Rambutnya yang mulai memutih dibilas dengan air mengalir tepat di atas wastafel. Roni harus membungkukkan badan bila mau rambutnya terbilas rata. Matanya terpejam, menahan aliran air yang menerobos ke dahinya. "Sekalian disemir ya, Ci," pintanya kepada Ci Goni, seorang pegawai yang khusus melayani cuci dan semir rambut.
Foto:raisan al farisi/republika
Ci Goni sigap mengambil sebuah semir rambut berlogo wajah seorang wanita di atas meja rias di samping kirinya. Roni masih duduk membungkuk di atas kursi dengan senderan punggung di depan, kepalanya tetap condong ke atas wastafel. Ci Goni yang sudah memegang sisir di tangannya memulai menyemir rambut. Saat menyemir, posisi Roni sudah boleh tegap, beralih dari ritual wastafel yang unik.
Di sudut lain ruangan yang seukuran kelas sekolah dasar itu, seorang pelanggan lain sedang dicukur rambutnya. Minto (83 tahun) duduk di atas kursi pangkas rambut bermerek Belmont bikinan tahun 1960-an. Dia bersandar dengan kaki memanjang di atas papan. "Si Oom minta potong rapi saja. Enggak macam-macam," kata Ji Sin setengah berteriak agar Minto juga ikut mendengar obrolan para pegawai.
Tidak butuh waktu lama untuk mencukur rambut Minto yang tipis dengan beberapa bagian tak tertumbuhi rambut. Dalam waktu 10 menit, kepala Minto sudah tercukur rapi. Rambut putihnya dibiarkan saja, tanpa disemir. Wajah Minto tersenyum sejenak, mematut "wajah barunya". "Nah, cukup," ujarnya sambil menengok ke kiri dan kanan mengintip rambut di kepala bagian samping.
Meski prosesi cukur selesai, Minto belum beranjak dari kursi. Dia kembali bersandar di kursi. "Sekarang lanjut korek kuping," ujar Ji Sin kepada Republika. Prosesi korek kuping adalah salah satu daya tarik kedai cukur rambut yang telah berdiri sejak 1936 ini.
Para pelanggan yang sudah dicukur rambutnya lantas akan dibersihkan telinganya oleh pegawai Ko Tang, termasuk membersihkan bagian daun telinga hingga rongga lubang telinga. "Alatnya khusus, sudah ada sejak awal mula kedai cukur ini ada," lanjut Ji Sin seraya menyiapkan seperangkat alat serupa pencungkil mini yang berbalut kapas.
Telinga pelanggan pertama dibersihkan bagian luar, lalu beranjak ke lubang telinga bagian dalam. "Ilmu korek telinga tidaklah sembarangan. Hanya kami bertiga yang bisa melakukan dengan benar. Kami belajar langsung dari sesepuh kami dulu," jelasnya singkat.
Roni Liu dan Minto adalah dua pelanggan tetap sebuah kedai cukur rambut yang terletak di sudut Gang Gloria, sebuah sentra kuliner masakan Tiongkok di kawasan Glodok. Bernama Ko Tang, kedai cukur yang selamat dari kebakaran besar yang di Pasar Gloria pada 2009 ini, usianya menginjak 78 tahun. Bisa disebut kedai cukur ini yang tertua yang masih beroperasi di Jakarta.
Layak bila disebut sebagai saksi sejarah bukan? Ko Tang kini dikelola oleh seorang pengusaha Tionghoa, Po Kin Tien. Selepas kepergian Po Kin Tien, kini Ko Tang dikelola salah satu anaknya.
***
Oom Minto selalu ke kedai cukur itu sebulan sekali sejak 1957. Anaknya, Siti (43 tahun), yang mengantarkannya. "Dulu, toko ayah dekat sini. Jadi, kalau potong ke sini. Tempatnya tidak banyak berubah," ujar Siti kepada sembari menuntun ayahnya ke kasir.
Pada sela-sela membayar di kasir, Siti sempat menanyakan kepada ayahnya alasan untuk tetap potong rambut di sini meski rumah mereka cukup jauh, Jatinegara. Dengan suara lantang, Minto mengatakan, "Terlalu banyak kenangan di sini. Dulu ada Te Siong, pencukur favorit saya. Cukur rambut di Ko Tang adalah perkara cocok. Kalau sudah cocok yang susah pindah."
Berdasarkan penelusuran Republika, kedai cukur Ko Tang memang lain dengan yang biasa beroperasi di Indonesia. Ada beberapa keunikan yang jarang ditemukan di tempat lain. Selain korek kuping, mencuci rambutnya masih menggunakan wastafel, dan perabotan kuno. Namun, semuanya dilatari nuansa kekeluargaan yang kental.
Pelanggan Ko Tang bisa dibilang adalah pelanggan senior fanatik yang sudah berpuluh tahun cukur rambut di Ko Tang. Suasana akrab otomatis terjalin dengan secangkir kopi susu siap datang ke meja cukur pelanggan. "Kami sudah seperti keluarga," ujar Ci A Cin yang bertugas menjaga kasir.
Namun, ada masalah yang dialami Ko Tang. "Anak muda nyarinya salon modern," ujar Ji Sin. Pelanggan Ko Tang diakui Ji Sin dan rekan-rekannya semakin menyusut. Bila dulu Ko Tang bisa menerima puluhan pelanggan dalam sehari, kini 10 pelanggan saja bagi mereka sudah banyak.
Meski pelanggan terus menyusut, para pegawai Ko Tang (yang juga cukup berumur) sama sekali tidak mempersoalkannya. Ji Sin sendiri memperkirakan Ko Tang hanya akan bertahan 10 tahun lagi.
Regenerasi? Tidak ada. Sepuluh tahun lagi, Ji Sin mempersilakan Republika bila ingin menengok kondisi Ko Tang, apakah masih bertahan atau tidak. Bertahan atau tidak, itu jadi misteri. Biarkan pelanggan dan animo masyarakat yang menjawab.
Namun, bila Anda tertarik untuk berkunjung, silakan datang ke kedai cukur Ko Tang di kawasan Petak Sembilan, Jalan Pintu Besar Selatan 3, dekat dengan Pasar Pancoran, Glodok, Jakarta Barat. Biayanya? Dijamin sebanding dengan pengalaman cukur rambut yang bakal didapat. rep:c85 ed: dewi mardiani