Perjuangan warga Kompleks Zeni, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, sejak akhir tahun lalu mempertahankan rumahnya akhirnya berakhir pada Ahad (17/1). Kedatangan 2.370 aparat gabungan yang terdiri atas Kodam Jaya, kepolisian, Satpol PP, tim kesehatan, petugas pemadam kebakaran, PLN, hingga bagian penyaluran air (PAM) tidak sanggup lagi diadang penghuni Kompleks Zeni. Apalagi, aparat juga membawa alat berat untuk meratakan rumah tersebut. Kalah jumlah dan koordinasi membuat petugas gabungan dengan mudah mengusir warga yang sebagian merupakan pejuang veteran.
Salah satu korban gusuran, Budi Lestari (50 tahun), mengatakan, kecurigaan warga bakal dipaksa untuk meninggalkan rumah sudah dirasakan sejak Sabtu (16/1), pukul 21.00 WIB. Kecurigaan itu bermula saat Jalan Raya Mampang arah Warung Buncit disterilkan dari angkutan umum yang biasa ngetem. Ternyata, sambung dia, pembersihan kendaraan umum juga dilakukan di Jalan Raya Tendean dan Perumahan Mandiri.
Warga yang setiap harinya berjaga dan membuat portal di mulut gang seketika berkumpul mempersiapkan rencana membuat pertahanan. Namun, ada juga warga yang seolah pasrah dengan siap-siap berkemas demi melindungi barang-barang yang dianggap penting. Dia pun ikut warga untuk mempertahankan rumahnya sekaligus menyiapkan barang berharga miliknya.
"Semalam saya langsung mengemas laptop modal saya kerja," ujarnya kepada Republika di lokasi penggusuran, Ahad.
Budi bercerita, aparat Kodam Jaya sejak sekitar pukul 04.30 WIB sukses masuk ke kompleks untuk menggedor-gedor tempat tinggal warga, termasuk rumahnya di Zeni IV No III. Dia mengaku sudah mengantisipasi peristiwa itu. Sehingga, beberapa waktu sebelumnya, ia sudah mengangkut seluruh barang berharga miliknya.
"Sebenarnya saat itu saya lagi di mushala, adik saya yang lagi di rumah dan tadi cerita," ujar Budi.
Budi (50) menjelaskan, suasana pagi tadi sangat mencekam. Dia dan para tetangga seolah terusir dari tanah yang sudah ditempati sejak 50 tahun lalu. Setelah aparat gabungan datang, mereka langsung mencabut aliran listrik dan air yang mengalir di setiap rumah warga.
Budi tidak lagi memikirkan bagaimana kondisi rumahnya. Saat itu, Budi hanya berpikir untuk menyelamatkan nenek-nenek renta dan anak-anak kecil. "Saya bantu bawa mereka ke mushala."
Setelah selesai mengevakuasi warga lainnya, barulah Budi menuju rumahnya. Budi langsung lemas setelah mengetahui rumahnya sudah bersih. "Saya udah enggak bisa tinggal di sini lagi, Mbak, barang enggak ada, listrik dan air pun sudah mati," ujarnya.
Meski Kompleks Zeni sudah rata dengan tanah, ia mengaku masih berupaya memperjuangkan nasibnya bersama warga lain. Mereka sudah mendatangkan kuasa hukum untuk menggugat Kodam Jaya ke pengadilan.
Dia merasa kebijakan memindahkan warga Zeni ke Cilodong, Depok, tidak serta-merta menyelesaikan masalah. Itu lantaran persoalannya adalah tanah yang ditempati warga kini diakui milik Kodam Jaya. "Cilodong bukan menyelesaikan masalah, ini hanya memindahkan masalah," ujar Budi.
Penggusuran yang dimulai sejak Subuh masih berlangsung hingga menjelang sore hari. Setelah alat berat menghancurkan puluhan rumah, aparat TNI AD tengah mengangkut barang milik warga ke truk untuk dipindahkan.
Salah satu warga, Samsul (61), merasa sangat sedih rumah yang ditempatinya itu kini tidak berbekas lagi. "Saya sudah pasrah, /Mbak, mau gimana lagi. Meskipun, ini rumah orang tua saya," tuturnya.
Samsul mengaku sudah ikhlas barang-barangnya dipindahkan. Usia yang sudah renta membuatnya tidak berani melakukan perlawanan fisik.
Penjelasan Kodam Jaya
Kepala Penerangan Kodam Jaya Kolonel Inf Heri Prakosa Ponco Wibowo mengatakan, ada 70 kepala keluarga (KK) yang menghuni Kompleks Zeni. Sebanyak 60 KK yang menjadi warga asli Zeni, Mampang, direlokasi ke Perumahan Benteng, Kalibaru, Cilodong, Depok. Mereka diberi rumah dengan luas bervariasi plus sertifikat tanah.
Heri mengatakan, warga Kompleks Zeni yang dipindahkan dibagi menjadi enam golongan. Untuk PNS akan mendapatkan rumah dengan luas bangunan (LB) 38 meter persegi (m2) dan luas tanah (LT) 150 m2. Kemudian, golongan tamtama dan bintara mendapat LB dan LT 45/150 m2, bintara tinggi mendapat LB dan LT 54/180 m2, perwira pertama mendapat LB dan LT 70/200 m2, perwira menengah LB dan LT 90/300 m2, serta pangkat kolonel hingga perwira tinggi (jenderal) mendapat LB dan LT 120/400 m2.
Adapun, 10 KK lainnya yang tidak terdata mendapat uang kerohiman Rp 20 juta. Mereka juga diberi kontrakan hingga enam bulan di bilangan Pasar Minggu. Heri menegaskan, penggusuran di Kompleks Zeni tidak serta-merta dilakukan begitu saja. Dia menjelaskan, sejak 18 Maret 2015, pihaknya sudah mengeluarkan surat peringatan sampai enam kali.
Dia mengatakan, tanah tersebut dibeli dengan harga Rp 1.127.947,60. "TNI AD sudah membeli tanah rakyat ini sejak 1959. Tanah ini dibeli dari 30 penggarap melalui panitia pembebasan tanah wilayah Swantantra Tingkat I Kotapraja Jakarta Raya," katanya.
Tanah tersebut, sambung dia, kemudian dialokasikan untuk membangun perumahan dinas Yonzikon 11 Menzikon dan perumahan dinas Ditziad pada 1960. Selanjutnya, tanah dan bangunan di Kompleks Zeni, Mampang Prapatan, dilaksanakan tukar-menukar (ruilslag) dengan PT Continental Paramitra pada 1993. Tukar-menukar itu berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan R1 Nomor S-858/MK.03/1992 pada 13 Juli 1992.
"Surat tersebut berisi persetujuan penghapusan tanah dan bangunan asrama Zeni, Mampang Prapatan, dan ruilslag dengan SPTM/14/X/1994 pada 17 Oktober 1994," ujarnya. n c30 ed: erik purnama putra