Rabu 27 Apr 2016 18:00 WIB

Jumain Appe, Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kemenristekdikti: Sidenuk, Padi Unggul Hasil Radiasi Nuklir

Red:

Pemerintah menargetkan untuk bisa mencapai swasembada beras pada 2019. Salah satu upaya Kemenristekdikti dengan menerapkan varietas padi sidenuk karya anak bangsa seperti Batan. Menurut Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kemenristekdikti Jumain Appe, penggunaan varietas ini dinilai bisa menghasilkan lebih banyak dibandingkan benih padi pada umumnnya. Untuk lebih lengkapnya, berikut ini wawancara wartawan Republika, Wilda Fizriyani, bersama Jumain Appe, beberapa waktu lalu, di kantornya.

 

Apa yang melatarbelakangi pengembangan padi sidenuk?

Ini tadinya berawal dari program di bidang pangan bersama Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) untuk melakukan penelitian tentang benih unggul. Di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) tidak hanya ada sidenuk, jenis lainnya juga. Kalau tidak salah, ada banyak varietas yang dimiliki Batan.

 

Padi sidenuk juga ada di Insitut Pertanian Bogor (IPB) dan Kementerian Pertanian (Kementan). Kalau Batan, menggunakan iradiasi nuklir dalam rangka mempercepat dan mendorong menghasilkan bulir padi yang kira-kira lebih besar dan tahan hama.

 

Siapa orang pertama yang menciptakan varietasi ini?

Almarhum Profesor Mugiono yang menemukan varietas padi sidenuk dari Batan. Dia yang melakukan riset yang kemudian sembilan tahun yang lalu sudah dikembangkan. Pada saat pengembangan, awalnya diuji coba di laboratorium Batan dengan iradiasi nuklir. Tujuannya, untuk bisa menghasilkan yang jumlah bulir dalam satu tangkai padi lebih baik pada umumnya. Mulai dikembangkannya memang harus skala laboratorium dulu.

 

Lalu, pada tahun berapa mulai dikembangkan di lapangan?

Kemudian, dua atau tiga tahun setelah pengembangan di lab, varietas itu mulai diuji coba di lapangan. Ada demplotnya, yakni terdapat lahan sekitar 1,5 hektare. Luasnya memang kecil karena hanya untuk menguji apakah benar teknologi bisa tumbuh di situ atau tidak. Hal ini juga dilihat pupuk dan tanahnya sehingga bisa tahu berapa jumlah produksi per hektarenya itu.

 

Setelah diuji coba di lapangan, bagaimana hasilnya?

Nah, sekarang ini pada saat dijuji coba itu memang antara 10 ton-15 ton per hektare. Semua ini bergantung dari perlakuan tanah. Kemudian, dilihat juga musimnya dan pupuk yang diberikan petani. Strandar penanamannya dan pembibitan juga ikut memengaruhi.

 

Kalau untuk pupuknya, bisa dipakai berbagai macam jenis. Nanti dari situ bisa mendapatkan berbagai formula pupuk yang tepatnya bagaimana untuk sidenuk. Tapi, sebenarnya sebagian besar pupuk kontennya hampir sama.

 

Apa yang membedakan padi sidenuk dengan lainnya?

Pertama, benih padi itu kan tahan hama dan jumlah produktivitasnya tinggi. Batangnya kuat, jadi tidak mudah untuk rebah. Biasanya, kalau batangnya tidak kuat, saat terkena sedikit angin dan sudah punya bulir, padi bisa rebah ke tanah. Kalau seperti ini, pada saat dipanen pun hasilnya nanti kurang begitu bagus.

 

Padi sidenuk menggunakan radiasi nuklir, apakah ini dipastikan aman bagi kesehatan?

Aman karena di bawah standar dari yang ada dalam tubuh. Lagi pula, memang ada standar atau level radiasi yang diizinkan untuk digunakan. Ini kan sama dengan menggunakan alat rontgen itu yang menggunakan radiasi nuklir juga dan itu sudah ada standarnya.

 

Padi sidenuk sudah diuji coba di mana saja?

Setelah diuji coba di demplot kecil tadi, kita juga melakukan di wilayah lain. Batan dan Kemenristek (nama kementerian sebelum era Jokowi-JK--Red) waktu itu mulai melakukan uji coba lapangan. Karanganyar, Ngawi, Banjarnegara, Bone, dan Kebumen merupakan wilayah yang sudah melakukan uji coba. Demplot uji coba yang paling besar itu ada di Kebumen. Lima tahun sudah melakukan penanaman padi sidenuk di situ.

 

Bagaimana hasilnya dan seperti apa respons para petani?

Di Kebumen ternyata mereka mengatakan padi sidenuk ini hasilnya bagus. Respons dari petaninya bagus dan rata-rata hasilnya itu bisa sampai delapan hingga 11 ton per hektare. Hasilnya beda karena satu tanah dengan tanah lainnya akan berbeda. Ada mungkin yang pengairannya bagus dan ada yang tanahnya hujan sehingga macam-macam hasilnya. Akan tetapi, yang terpenting adalah hasil mereka di atas produksi padi secara nasional. Rata-rata produksi nasional kan enam ton per hektare.

 

Dengan kondisi itu, masyarakat Kebumen menganggap padi sidenuk ini cukup bagus untuk dikembangkan di wilayahnya. Dan, mereka sudah ada kerja sama dengan Batan juga untuk membuat pembibitan. Mereka sudah punya pusat pembibitan.

 

Berapa jumlah benih yang disiapkan dan target luas sawah untuk padi sidenuk di seluruh Indonesia?

Programnya kita ini sebenarnya untuk menanam dua juta hektare selama tiga tahun. Jadi, memang harus mengembangkan pembenihan 100 ribu hektare kalau kita mau mencapai dua juta itu. Kemarin, kita bicara sama IPB dan Universitas Hasanuddin (Unhas), mereka mau bantu asal diberikan fasilitas untuk peralatan perbenihan. Karena itu, memang harus ada alatnya, seperti pengering, pemilihan, dan penyimpanan. Setelah tumbuh, dimasukkan ke demplot tanah. Dan, sejauh ini baru sedikit yang bisa ditanam padi sidenuk.

 

Sidenuk masih belum terlalu terkenal, lalu bagaimana upaya Kemenristekdikti untuk memopulerkannya?

Kita lakukan terus-menerus promosinya ke masyarakat dengan cara mengembangkan pusat-pusat penangkaran benih. Karena, pada akhirnya masyarakat yang menentukan bahwa inilah yang cocok. Jadi, harus dilakukan uji coba terus-menerus.

 

Di peraturan Kementan, upaya itu harus dilakukan dalam multiyears. Paling gak, delapan tahun kita melakukan percontohan di demplot yang kapasitasnya tidak kecil, tapi besar. Misalnya, dengan luas 100 hektare karena kalau dua hektare, masih kayak lapangan biasa. Itu kita lakukan, nah kalau masyarakat melihat bahwa padi ini sangat cocok untuk dikembangkan di daerah itu, dengan sendirinya petani akan mau menggunakan padi itu. Tanpa disuruh dengan melihat hasilnya yang lebih banyak dari benih biasa.

 

Apa maksud dari pusat penangkaran benih tersebut? Apa tujuannya?

Target kita ke depan itu memang akan bangun dan mengembangkan 160 pusat penangkaran benih. Benihnya dari manapun gak ada masalah, termasuk benih sidenuk tadi. Dalam melakukan ini, kita melakukan kerja sama dengan Kementan karena kalau kita semua yang lakukan, kita gak mampu. Ini memang baru rencana, tapi di Kebumen sudah berjalan dengan melakukan kerja sama dengan Batan.

 

Dengan adanya program ini, masyarakat tidak perlu lagi mencari benih ke mana-mana kalau sudah ada di satu daerah itu. Kita ingin daerah bisa mandiri benih, apalagi Kementan menargetkan 1.000 sampai 2.000 desa mandiri benih.

 

Apa keuntungannya dengan adanya pusat tersebut?

Nah, kalau sudah tersedia pusat perbenihan ini, para petani bisa membeli benih dengan harga terjangkau. Harga terjangkau paling tidak untuk satu hektarenya sekitar Rp 1 juta. Kalau sekarang kan masih 30 persen dari nilai produksi. Misal, petani produksinya 12 juta, bisa empat jutaan buat membeli benihnya.

 

Program perbenihan ini sebenarnya kan untuk bisa mencapai swasembada beras, menurut Anda, apakah ini realistis untuk bisa dicapai?

Kementan pernah bilang baru 50 persen beras yang terpenuhi dari dalam negeri. Yang lainnya impor dan 50 persen ini target kami sampai dua atau tiga tahun depan. Tahun 2019 adalah target kami untuk melakukan swasembada beras, bahkan presiden mintanya 2017 tidak ada lagi beras impor.

 

Kalau kita berbicara kemarin dengan Kementan, selama kita bisa menyiapkan sistem pembibitan ini, kita bisa mencapainya. Oleh karena itu, realisasinya desa mandiri benih yang 2.000 desa itu. Jika kita bisa membuatnya dengan menyiapkan benih  berkualitas bagus dan jumlah perbenihan dua juta hektare, kita bisa menanam padi sebesar 14,7 juta haktare. Kalau tercapai, kita bahkan bisa mengekspor beras.   ed: Andri Saubani

***

Pengalaman Presentasi di Depan Pak Harto

Sebelum mencapai jabatan yang cukup tinggi di Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Jumain Appe sempat berhubungan dengan dunia peneliti. Tepatnya pada 1986, pria kelahiran 1959 ini mulai bergabung di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) selaku peneliti. "Sebenarnya, daya tarik saya untuk masuk ke dunia peneliti melalui lembaga itu adalah sosok BJ Habibie," ungkap alumnus Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar ini kepada Republika, beberapa waktu lalu.

Habibie merupakan ikon orang cerdas yang sangat menginspirasi anak muda saat itu hingga sekarang. Fokus penelitian yang diampuh Jumain adalah dunia energi. Menjadi peneliti merupakan hal yang cukup menyenangkan bagi pria yang saat ini menjabat sebagai direktur jenderal (dirjen) penguatan inovasi Kemenristekdikti ini. Ia mengaku tidak merasa pusing saat berhubungan dengan dunia penelitian itu. "Tidak pusing dan menyenangkan saat dijalani," ujar ayah dari tiga anak ini.

 

Selain proses penelitian, Jumain mengatakan, hasil yang didapatkan pun cukup membanggakan. Apalagi, jika hasil penelitiannya berhasil masuk jurnal internasional. Hal ini berarti karyanya dapat dibaca, bahkan dijadikan referensi bagi beberapa pihak di dalam maupun luar negeri. Hal-hal seperti inilah yang membuatnya sangat menikmati jalannya sebagai peneliti.

 

Perjalanan Jumain menjadi peneliti tidak lama. Ia tidak lagi menjadi peneliti sejak 1993. Saat itu, dia mulai ditarik menjadi salah satu pejabat struktural di BPPT. "Tugasnya di mana saja pada awalnya," kata Jumain.

 

Dari 1993 hingga 1996, dia pun menjabat sebagai pejabat eselon IV. Pada 1996 ini, Jumain mengungkapkan, terdapat hal yang tidak pernah dilupakan olehnya. Saat itu, dia memang mendapatkan tugas membuat laporan 20 tahunnya BJ Habibie. Selama dua pekan, dia harus menyiapkan laporan yang cukup memusingkannya itu. Apalagi, dia melanjutkan, BJ Habibie memegang banyak posisi di berbagai lembaga.

 

Setelah laporan yang cukup tebal itu selesai, tanpa disangka, BJ Habibie meminta dirinya untuk menemaninya. Habibie meminta Jumain mendampinginya untuk menyampaikan laporan tersebut ke kediaman Presiden Soeharto, Jalan Cendana.

 

"Saya kira cuma menemani, jadinya saya ikut," kata pria yang hobi olahraga ini. Namun, mendadak, Habibie meminta dirinya untuk mempresentasikan laporan tersebut di hadapan Soeharto. Jumain tidak menampik bahwa rasa khawatir dan tegang menyelimuti dirinya pada momen tersebut.

 

Dengan segala keberanian yang tersisa, Jumain pun mencoba menegakkan tubuhnya dan berbicara di depan Presiden Soeharto. Posisi Jumain di sini hanya mempresentasikan semata, tidak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan Soeharto. Untuk masalah pertanyaan, termasuk penjelasan hal-hal detail, Habibie yang memegang kendali. Hal ini karena Habibie tetap mendampingi Jumain meski tugas presentasi laporan diberikan kepadanya. Jumain menegaskan, momen tersebut merupakan pengalaman yang tidak pernah terlupakan hingga saat ini.

 

Selang beberapa hari presentasi tersebut, tiada dikira, Jumain pun diangkat menjadi pejabat eselon III. Proses jabatannya pun terus meningkat hingga akhirnya diberi kepercayaan oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir untuk menjadi dirjen penguatan inovasi mulai 2014. "Kita hanya perlu bekerja dengan ikhlas dan mengalir saja seperti air," kata Jumain saat mengungkapkan moto hidupnya.  Oleh Wilda Fizriyani, ed: Andri Saubani

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement