REPUBLIKA.CO.ID, Di kawasan Sunda Kelapa, ada sebuah masjid kuno bernilai historis bernama Masjid Jami’ Keramat Luar Batang. Pada zaman penjajahan Belanda, tempat itu cukup penting bagi kaum muslimin karena pernah menjadi salah satu pusat syiar Islam di sana.
Masjid berarsitektur hasil perpaduan budaya tradisional dan peradaban timur tengah itu beralamat di Jalan Kampung Luar Batang V No. 1 RT 004 RW 03 Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara. Berada di daerah perkampungan nelayan, Masjid Jami' Keramat telah lama menjadi pusat kegiatan sosial dan keagamaan bagi masyarakat Luar Batang dan sekitarnya.
Kesan tradisional masjid tersebut dapat dilihat dari atapnya yang berbentuk joglo, khas budaya Jawa. Jika dilihat dari atas, bangunannya akan terlihat menyerupai huruf "T".
Di samping memiliki halaman yang cukup luas, masjid itu juga memiliki tiga buah menara yang berdiri dengan megah. Satu menara kecil merupakan menara asli, sedangkan dua menara lain, yang ukurannya lebih tinggi dan besar, dibangun kemudian (2002 dan 2008).
Dua menara terakhir ini karakteristiknya menyerupai menara Masjid Nabawi di Madinah Almunawwarah. Jika Anda melihat ke arah masjid tua tersebut dari Pelabuhan Sunda Kelapa di saat matahari terbenam, cahaya lampu dari menara-menaranya itu akan menampilkan keindahan tersendiri.
Masjid Jami' Keramat Luar Batang dibangun pada Abad ke-18 oleh Husein bin Abu Bakar Alaydrus atau lebih dikenal dengan sebutan "Habib Husein". Dia merupakan seorang Arab yang hijrah ke tanah Jawa melalui Pelabuhan Sunda Kelapa pada tahun 1736. Konon, silsilahnya tersambung kepada Nabi Muhammad saw.
Habib Husein sendiri dikenal sebagai salah seorang tokoh penentang Pemerintahan Kolonial Belanda di kawasan Sunda Kelapa. Karena sikapnya tersebut, ia sempat pula merasakan kehidupan penjara. Habib Husein wafat pada 1756 dalam usia yang masih muda, yaitu kurang dari empat puluh tahun.
Ada satu tradisi tak lazim yang melekat pada Masjid Jami’ Keramat Luar Batang. Tradisi itu bisa Anda lihat setiap tahun, tepatnya pada tanggal 17 Ramadhan. Pada malam hari di tanggal tersebut, masjid ini selalu dipenuhi oleh jamaah yang tidak saja berasal dari Luar Batang sekitarnya saja, tapi juga dari berbagai tempat.
Sampai-sampai halaman masjid jadi tidak cukup untuk menampung pengunjung yang datang. Ramainya pengunjung pada hari tersebut, bukan saja karena momen Nuzul Al-Quran, tetapi juga bertepatan dengan hari wafatnya Habib Husein.
"Kalau tertarik, datang saja kembali pada tanggal 17 Ramadhan nanti!" kata Trikarno (49), warga Luar Batang, kepada Republika (6/8).