REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMANYU - Memasuki hari keempat Labaran Idul Fitri 1432 Hijriyah, begitu lepas subuh, sejumlah pemudik balik dari arah Jawa Tengah menuju Jakarta terus memadati pantura Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
"Selepas subuh sejumlah kendaraan pemudik balik dari arah Jawa Tengah menuju Jakarta terutama kendaraan roda dua terus memadati jalur utama pantura Kabupaten Indramayu karena cuti bersama akan segera berakhir," kata Asep, salah seorang petugas di Pos Pam Lebaran, persimpangan Celeng Indramayu, Sabtu (2/9).
Menurut Asep, jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan Celeng Indramayu dari arah Cirebon tujuan Jakarta semakin meningkat dibandingkan sebelumnya, arus balik pemudik bersepeda motor tetap mendominasi arus balik Lebaran tahun 2011.
Dia menambahkan, sejumlah kendaraan pemudik yang balik dan melintas sejak dini hari cukup padat namun kondisi arus lalu lintas masih terkendali. Pada malam hari arus balik pemudik Lebaran didominasi oleh pengguna kendaraan pribadi dari arah Kabupaten Cirebon tujuan Jakarta.
Sejumlah pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi, kata Asep, memilih perjalanan balik pada malam hari diperkirakan untuk menghindari cuaca panas pantai utara Kabupetan Indramayu, selain itu mereka juga terlepas dari kegiatan pasar tumpah.
Sementara itu Nurdin salah seorang pemudik balik asal Kuningan mengaku, arus lalu lintas dari Kabupaten Kuningan memasuki jalur utama pantura Kabupaten Cirebon mulai terasa semakin padat.Pemudik bergerombol di lampu merah, dan jumlah mereka meningkat dibandingkan sebelumnya.
"Arus balik yang terjadi di daerah perbatasan Kabupaten Indramayu dengan Kabupaten Subang mengalami kepadatan yang cukup tinggi, diperkirakan pemudik balik yang bekerja di perusahaan swasta sudah kembali menjalankan aktivitas rutin mereka sebagai karyawan," katanya.
Cucu Kosasih, pemudik yang balik, asal Kabupaten Cirebon mengaku, ia sengaja kembali ke Jakarta selepas subuh karena dia harus kembali bekerja, sekalipun ia sebenarnya masih betah di kampung halamannya karena rasa rindu terhadap keluarga dan teman semasa kecil.
Dia menuturkan, hidup menjadi perantau di Jakarta hanya menjadi buruh pabrik sebenarnya jiwanya berontak ingin kembali ke Cirebon. Namun lapangan kerja di pantura masih terbatas, padahal mencari penghasilan di Jakarta semakin sulit karena tingginya biaya hidup.