REPUBLIKA.CO.ID, Bangkok – Banjir berkepanjangan yang melanda Thailand berpotensi memangkas pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Menteri Keuangan Thailand Thirachai Phuvanatnaranubala memproyeksikan ekonomi Thailand akan menyusut 1,1 persen pada kuartal keempat tahun ini.
Padahal September 2011 lalu pemerintah memproyeksikan ekonomi Thailand dapat tumbuh hingga empat persen. Namun, banjir menyebabkan serangkaian kawasan industri di Thailand terpaksa tutup. Menteri Perindustrian Thailand Wannarat Channukul mengatakan kerugian industri hingga saat ini mencapai sekitar 80 miliar baht atau 2,6 miliar dolar AS.
Banjir di Thailand bagian utara, timur laut, dan tengah telah menewaskan 315 orang sejak Juli 2011. Banjir juga merusak sebagian besar lahan pertanian negara pengeskpor beras terbesar di dunia itu.
Sepuluh persen pabrik-pabrik sektor perkebunan di Bangkok dan Provinsi Ayutthaya bahkan sudah terendam air. Setidaknya pemerintah memerlukan waktu delapan bulan untuk membuat pabrik-pabrik tersebut beroperasi kembali.
Banjir menyebabkan biaya ekonomi di Bangkok lebih tinggi. Pasalnya, kota tersebut menyumbang 41 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB) untuk negara. Gubernur Bangkok Sukhumbhand Paribatra memperingatkan bahaya banjir belum akan berakhir dalam waktu dekat.
“Pemerintah mengambil kebijakan dengan memotong suku bunga oleh bank sentral,” kata Thirachai seperti dikutip dari Reuters, Rabu (19/10). Dalam jangka pendek, katanya, penurunan suku bunga setidaknya mengurangi beban biaya yang ditanggung pelaku usaha.
Wakil Perdana Menteri Thailand Na Ranong Kittirat menambahkan, pemerintah juga akan mencari cara lain untuk mendanai pembangunan kembali kawasan industri yang sudah rusak. “Pemerintah akan mengusahakan meminjam beberapa ratus miliar baht lagi,” katanya seperti dikutip Reuters, Rabu (19/10).
Sementara itu, pemerintah Thailand menyetujui peningkatan dana mengatasi defisit anggaran menjadi 400 miliar baht atau sekitar 13 miliar dolar AS. Dana tersebut mulai dikucurkan sejak 1 Oktober 2011.