REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON - Persoalan perizinan masjid secara perlahan tidak lagi menjadi masalah utama. Kini, komunitas Muslim Amerika punya tantangan lain. Yakni, jam kerja yang tidak toleran terhadap waktu shalat.
Sebagian besar perusahaan di Amerika belum memasukan aturan yang mengizinkan seorang Muslim untuk menunaikan kewajiban shalat lima waktu. Ketiadaan aturan itu membuat pekerja Muslim mengalami dilema.
Di satu sisi, kewajiban bekerja mesti dipenuhi. Sisi sebaliknya shalat merupakan ibadah utama yang hukumnya tidak boleh ditinggalkan.
Dr Syed Malik, seorang dokter, mengaku mengalami kesulitan besar untuk menyisihkan waktu untuk shalat di tengah kewajibannya mengoperasi pasien. Malik tidak ingin meninggalkan shalat, namun ia harus melakukan operasi terhadap pasien.
"Saya mungkin bukan Muslim yang baik. Tapi, saya berusaha untuk menjalankan kewajiban saya sekalipun itu bertentangan dengan pandangan ulama yang mengatakan ibadah merupakan prioritas," kata dia seperti dikutip thehuffingtonpost.com, Rabu (2/11).
Kasus Malik juga dialami pekerja Muslim yang bergerak di bidang jasa transportasi. Hertz, perusahaan taksi, belum lama ini memecat 25 supir yang beragama Islam lantaran melanggar jam istirahat. Mereka terpaksa menghabiskan waktu istirahat lebih banyak karena harus melaksanakan shalat.
Terkait masalah ini, ulama berpendapat seharusnya perusahaan memberikan toleransi waktu bagi pekerja Muslim untuk menjalankan kewajibannya tanpa perlu sampai meninggalkan kewajibannya menjalankan ibadah.