REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia mencatat bahwa masih terdapat 62 persen penduduk di Tanah Air yang belum bersentuhan dengan perbankan, seperti memiliki tabungan maupun mencari pinjaman kredit. Survei BI melaporkan, potensi simpanan uang tunai masyarakat kalangan ini bisa mencapai Rp 100 triliun. Karena itu, BI akan memperluas jangkauan edukasi mengenai nilai tambah yang bisa diperoleh masyarakat jika menempatkan uang tunainya di bank.
"Tujuan kita bukan menarik sebanyak-banyaknya dana pihak ketiga, tetapi memperluas akses masyarakat ke bank. Paling tidak punya rekening di bank," papar Deputi Gubernur BI, Ardhayadi Mitroatmodjo usai menghadiri Seminar dan Workshop tentang "Keuangan Inklusif: Keterjangkauan Akses Keuangan untuk Semua" di Solo, Jawa Tengah, Rabu (28/3).
Masyarakat yang belum memiliki akses ke bank terutama berada di daerah-daerah pedalaman yang sangat jauh dari kantor cabang bank-bank yang umumnya berada di perkotaan. Dadi, sapaan Ardhayadi, mengingat pengalamannya saat bertemu seorang petani perkebunan teh di wilayah Lembang yang hanya berpakaian petani, tapi ternyata menyimpan uang tunai hingga ratusan juta rupiah sebagai keuntungan hasil panen.
Diyakini Dadi, hal serupa juga dialami oleh masyarakat di kawasan pedalaman yang sesungguhnya berpotensi untuk bagi perbankan. Dan bila potensi Rp 100 triliun dari masyarakat yang belum mengakses bank bisa diserap oleh perbankan, maka uang tersebut digunakan untuk menambah produktivitas pemilik dana melalui pinjaman kredit.
Untuk memetakan potensi keuangan masyarakat yang belum menjangkau perbankan, Mei nanti, BI akan menggelar survei literasi keuangan di seluruh daerah di Indonesia.
Bekas Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Wimboh Santoso -- Juni mendatang mulai menjabat sebagai Kepala Perwakilan BI untuk New York -- menambahkan bahwa dalam lima tahun mendatang pihaknya akan menggencarkan kampanye produk TabunganKu.
TabunganKu merupakan produk tabungan yang menyasar kelompok masyarakat kecil karena setoran awal pembukaan rekening minimum hanya Rp 20 ribu dengan saldo minimum yang sama. Sejak diluncurkan dua tahun lalu, saat ini sudah menghasilkan 3 juta nasabah TabunganKU dengan nilai tak kurang dari Rp 3,2 triliun. Hasil ini memang baru 0,03 persen dari Rp 100 triliun potensi yang dimiliki masyarakat tanpa akses perbankan tadi.
"Kalau dilihat dari dana kampanye kita untuk sosialisasi yang hanya Rp 2 miliar, perolehan Rp 3,2 triliun itu besar. Tapi kita memang butuh ubah strategi agar lebih cepat," tutur Wimboh. Karena jika dengan kecepatan yang sama, dibutuhkan 30 tahun lagi untuk mengeruk potensi Rp 100 miliun dana tunai masyarakat tadi. Diharapkan, dalam lima tahun mendatang, jumlah nasabah TabunganKu melonjak hingga 50 juta rekening.
Ketidaktahuan tentang nilai tambah menaruh uang di bank dinilai masih menjadi faktor utama yang membuat 62 persen masyarakat Indonesia enggan memiliki tabungan. Salah satunya adalah ketidakpercayaan akan faktor keamanan. Dari pihak bank pun, pembukaan kantor cabang di setiap daerah terpencil pun sangat memakan biaya besar.
"Teknologi menjadi solusi," tegas Dadi. Jumlah pengguna telepon seluler yang sangat besar di Indonesia dinilai menjadi jawaban bagi perbankan untuk memanfaatkan mobile banking. Cukup dengan melakukan edukasi dan sosialisasi, industri perbankan akan memperoleh efisiensi jangka panjang.