REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Prof Dr KH Didin Hafidhuddin
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang Muslim memberikan hadiah kepada sesama saudaranya, lebih utama dari hadiah menyampaikan nasihat bijak (kalimat hikmah) yang dengannya Allah SWT menambah petunjuk-Nya atau mengangkatnya dari lembah kehinaan.” (HR Imam Baehaqi).
Sungguh indah sabda Rasulullah SAW tersebut, yang menggambarkan urgensi nasihat bagi seorang Muslim. Saling menasihati antarsesama, apa pun posisi, status, dan jabatannya merupakan suatu keniscayaan sekaligus menjadi kebutuhan. Sebab, manusia itu, di samping memiliki kelebihan, juga memiliki berbagai kekurangan, termasuk seringnya lupa dan sering pula melakukan kesalahan.
Orang takwa itu sesungguhnya bukanlah orang yang tidak pernah melakukan kesalahan. Akan tetapi, orang yang jika melakukan kesalahan, segera bertobat, kembali kepada Allah, menyadari kesalahannya, dan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahannya tersebut.
“Dan (orang-orang takwa juga) adalah orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui." (QS Ali Imran [3]: 135).
Nasihat yang bijak akan menyebabkan seseorang menyadari kekeliruan dan kesalahannya. Karena kondisi manusia demikian itulah, sungguh sangat sombong apabila ada manusia yang merasa dia selalu benar, merasa suci, dan bersih dari berbagai dosa dan kesalahan.
“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS an-Najm [53]: 32).
Di dalam hadis sahih dikemukakan, sebaik-baiknya (paling utama) jihad adalah menyampaikan kalimat yang hak (nasihat yang baik dan tegas) pada pemimpin yang zalim. Orang yang sedang berkuasa kalau dibiarkan larut dalam kekuasaannya tanpa ada yang mengoreksi dan menasihati, akan cenderung berlaku sewenang-wenang dan otoriter.
Banyak yang terjadi di dalam sejarah, penguasa yang asalnya baik dan adil menjadi zalim dan angkara murka, karena tidak ada yang berani memberikan nasihat. Bahkan, ada kecenderungan orang-orang di lingkaran dekatnya, bukan saja tidak berani melakukan kritik tetapi selalu mengiyakan apa yang diucapkan dan yang dilakukan penguasa tersebut. Ia tidak memperhatikan apakah hal tersebut sesuai dengan ketentuan syariat atau tidak.
Dampak dari nasihat yang bijak itu sangat luar biasa. Rasulullah SAW dalam hadis tersebut di atas, menyatakan bahwa memberi nasihat itu sama dengan memberikan hadiah yang paling utama.
Untuk itu, mari kita rebut hadiah yang utama ini, dengan membiasakan memberikan nasihat pada kebaikan kepada orang-orang di sekitar kita, termasuk kepada para penguasa yang mendapatkan amanat jabatan publik.
Wallahu A’lam bi ash-Shawab.