REPUBLIKA.CO.ID, Keimanan Evans semakin ‘aman’ ketika akhirnya ia melanjutkan ke sekolah tinggi yang disebutnya ‘sekolah Kristen paling konservatif’ di South Carolina, Bob Jones University. Di kampusnya, laki-laki dan perempuan harus mengenakan pakaian tertutup, dilarang berduaan dengan lawan jenis, dan tak ada pesta.
Di kampus itu, Evans berkawan akrab dengan seorang pendeta muda, yang kritis dan begitu ingin tahu banyak hal tentang Injil. “Karena kami tahu, Injil memiliki banyak versi,” katanya. Maka suatu hari, sang kawan mengajukan sebuah pertanyaan ringan yang tak pernah diduga Evans, “Apakah kamu pernah membaca Injil?”
Evans terdiam sejenak, lalu menjawab bahwa tentu ia pernah membacanya saat di gereja, ketika pastor menyuruh jamaat membaca ayat tertentu. Sang teman lalu mengajak Evan membacanya seperti membaca buku, dari bagian awal hingga akhir. “Jika Tuhan bisa berbicara dengan pastor melalui Injil, seharusnya dengan kita pun bisa,” Evan menirukan ucapan temannya.
“Itu ide yang sangat bagus, dan kami mulai membacanya,” kata Evans yang memulainya dengan membaca Kitab Perjanjian Lama. Di kitab itu, ia menemukan kisah-kisah nabi seperti pernah didengarkannya di sekolah Minggu. Namun ia segera dikejutkan beberapa bagian kisah yang justru menenggelamkan kemuliaan para utusan Tuhan tersebut, seperti menggambarkan nabi tertentu sebagai pecandu alkohol.
“Para nabi seharusnya adalah orang-orang mulia yang mampu menjadi teladan bagi umatnya,” Evans berontak. Merasa ada yang salah dengan kitabnya, ia mendatangi beberapa pastor. Dan ia kembali kecewa dengan jawaban para pastor itu. “Dengan jawaban yang sama dan normatif, mereka menasihatiku untuk tidak membiarkan ilmu pengetahuan meruntuhkan keimananku,” kata Evans. Ia juga diminta membaca Kitab Perjanjian Baru.
Meski tanpa penjelasan memuaskan, Evans menggarisbawahi satu pesan utama dari Kitab Perjanjian Lama yang baru ditamatkannya. “Tuhan itu Satu, dan Ia adalah Dzat yang Unik. Ia selalu iri soal pemujaan. Jika ada yang menyembah selain diri-Nya, Tuhan memberinya hukuman.”
Evans mulai membaca Kitab Perjanjian Baru. Kali ini, pertanyaan yang mengelilingi otaknya adalah mengenai mereka yang namanya disebutkan dalam Injil; Matthew (Matius), Luke (Lukas), John (Yohanes), dan Mark (Markus). Tak hanya itu, ia mulai mendalami ajaran Yesus melalui ucapan-ucapannya di dalam Injil. “Aku menangkap pesan yang sama (dengan yang ada di dalam Kitab Perjanjian Lama), Tuhan hanya satu,” katanya.
Pertanyaan-pertanyaan itu mengganggunya, dan memberinya sebuah keputusan. “Kutinggalkan Kristen.” (bersambung)