Senin 25 Jun 2012 07:07 WIB

Mokoginta: Islam adalah Pengamalan Perintah Yesus (1)

Rep: Devi Anggraini Oktavika/ Red: Heri Ruslan
Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).
Foto: kaligrafibambu.com
Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Memiliki orang tua Muslim ternyata tak menjadikan Mokoginta pengikut agama yang dibawa Nabi Muhammad saw. Dan kebebasan beragama yang diberikan kedua orang tuanya kemudian justru menjadikannya seorang Katolik.

Alih-alih mewarisi keislaman orang tuanya, pelajaran tentang indahnya Islam justru didapatkan Mokoginta dari sebuah keluarga yang dikenalnya saat merantau ke Jakarta. Kepada Republika, pria kelahiran 8 September 1949 ini menceritakan perjalanannya mempelajari Islam, agama yang menjadikannya seorang misionaris Muslim.

                                                                     ***

“Ayahku adalah seorang non Muslim dari etnis Cina yang masuk Islam saat menikahi ibuku,” ujarnya mengawali cerita. Karena itu, praktis Mokoginta terlahir dari kedua orang tua yang beragama Islam. Namun karena keduanya beranggapan semua agama sama dan benar, ia dan tujuh saudaranya disekolahkan di sekolah Katolik.

Pendidikan dan lingkungan sekolah menjadikan Mokoginta dan saudara-saudaranya pemeluk Katolik. Hingga pada satu masa, tahun 1976, Mokoginta merantau ke Ibukota untuk mengadu nasib. Perantauannya itu tak hanya membawanya menjadi seorang pebisnis, namun juga seorang pengikut Yesus yang mencintai Muhammad saw.

Ia berkenalan dengan sebuah keluarga Muslim yang menjadi mitra bisnisnya di Jakarta, dan tinggal tak jauh dari mereka. Di sana, lingkungan kembali menjadi guru bagi Mokoginta. “Mereka adalah keluarga yang islami. Dan bersama mereka, aku merasakan kehidupan beragama yang harmonis,” kata pria kelahiran Kotamobagu, Sulawesi Utara ini.

Tak perlu waktu lama untuk membuat Mokoginta tertarik pada Islam. Diam-diam, ia mulai membuat penilaian tentang agama itu, dan mulai merasakan kebenarannya. Baginya, ajaran Islam sangat memperhatikan persoalan akidah dan akhlak, sesuatu yang tidak pernah diajarkan secara khusus dalam agamanya.

“Islam mengatur semuanya dengan Alquran dan sunnah Rasulullah, termasuk segala sisi kehidupan beragama. Sedangkan ajaran ‘kasih’ yang selalu didengung-dengungkan dalam Kristen tidak kurasakan,” katanya. Semakin jauh mengenal Islam, Mokoginta mulai merasakan ketidakberesan dalam keimanannya. “Alhamdulillah, hijrahku ke Jakarta adalah kehendak Allah SWT.”

Empat tahun bermitra dan bergaul dengan keluarga Muslim itu, Mokoginta tak pernah sekalipun dipaksa atau bahkan didorong untuk masuk Islam. Namun selama itu, diam-diam ia mempelajari Islam dan membandingkannya dengan ajaran Alkitab.

Tahun 1980, hidayah Allah yang melingkupi hati Mokoginta selama hampir empat tahun berbuah syahadat. Mokoginta berislam setelah melihat bahwa justru umat Islam lah yang mengamalkan ajaran agamanya. “Muslimlah pengikut Yesus dalam arti yang sesungguhnya, karena merekalah yang mengamalkan ajaran Yesus (Nabi Isa as),” ujarnya.

Mokoginta mencontohkan, banyak di antara perintah Allah dan Yesus tidak ia amalkan selama menjadi pemeluk Katolik. “Allah mengharamkan babi tapi kami memakannya, Allah berfirman bahwa Dia itu Esa tapi kami menjadikan-Nya Trinitas, Yesus dikhitan sedangkan kami tak wajib berkhitan, Yesus bersabda ia nabi utusan Allah tapi kami jadikan ia Tuhan, Yesus menyuruh menyembah Allah tapi justru Yesus yang kami sembah setiap hari,” urainya.

“Ternyata semua perintah Allah dan ajaran Yesus itu, umat Islamlah yang mengamalkan,” ujar Mokoginta. Ia kemudian menyimpulkan bahwa berislam adalah satu-satunya jalan untuk bisa mengamalkan semua ajaran Yesus. “Jika aku tetap dalam Kristen, maka setiap hari aku akan mengkhianati ajaran Allah dan Yesus.”

Terlebih, tambahnya, dalam sabdanya Yesus menyebut dirinya sebagai utusan bagi Bani Israel, bukan untuk seluruh umat. “Yesus juga berkata bahwa akan datang setelahnya nabi bernama Ahmad atau Muhammad. Dialah nabi akhir zaman yang diutus untuk menyempurnakan agama bagi umat manusia.” (bersambung)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement