REPUBLIKA.CO.ID, YANGON - Myanmar, pada tahun lalu, mengalami perubahan dramatis. Namun sepertinya ada satu yang tak berubah cepat, yakni nama negara.
Otoritas negara itu baru-baru saja mengeluarkan peringatan keras kepada pemimpin oposisi, Aung San Suu Kyi pada Jumat. Pemerintah mengatakan kepada ikon demokrasi yang baru terpilih menjadi anggota dewan itu berhenti menyebut negara dengan nama 'Burma'.
Alih-alih, Suu Kyi harus menggunakan nama yang telah disahkan oleh konstitusi, yakni Republik Uni Myanmar.
Mantan pemerintah junta mengubah negara itu untuk tingkat internasional dari Burma ke Myanmar pada 1989 silam. Alasan saat itu, demi merefleksikan keberagaam etnis di negara tersebut.
Istilah Burma, identik hanya untuk orang-orang Burma, etnis dominan di negara itu, memberi kesan eksklusif terhadap etnis minoritas.
Namun, para penentang rezim dan juga grup-grup di pengasingan luar negeri baik yang beretnis non-Burma, dan juga pemerintah asing termasuk Amerika Serikat, berkeras menggunakan kata Burma. Penolakan itu sebagai protes atas rezim yang dinilai tak demokratis dan dipandang tidak sah karena tak mau menyerahkan kekuasaan terhadap partai NLD, pemenang pemilu tahun 1990.