Kamis 12 Jul 2012 01:39 WIB

AS tak Lihat Peran Iran Dalam Akhiri Kekerasan di Suriah

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Dewi Mardiani
 Mantan Sekjen PBB Kofi Annan (tengah) tengah berbincang dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov (kiri) dan Sekjen PBB Ban Ki-  Moon pada pertemuan di Jenewa, Swiss, yang membahas terkait masa depan perdamaian di Suriah.
Foto: AFP
Mantan Sekjen PBB Kofi Annan (tengah) tengah berbincang dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov (kiri) dan Sekjen PBB Ban Ki- Moon pada pertemuan di Jenewa, Swiss, yang membahas terkait masa depan perdamaian di Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat tetap pada sikapnya bahwa tidak ada peran yang bisa dimainkan Iran dalam mengakhiri konflik di Suriah. "Saya pikir tak seorangpun dapat berargumen bahwa Iran memiliki peran positif dalam perkembangan penyelesaian konflik Suriah," kata Juru Bicara Gedung Putih Jay Carney kepada wartawan dalam perjalanan menuju Iowa, Selasa (10/7), seperti dilansir Xinhua, Rabu (11/7).

Sebelumnya di Teheran, Selasa, utusan khusus PBB dan Liga Arab untuk Suriah, Kofi Annan, mengatakan Iran bisa memainkan peran penting dalam penyelesaian konflik di Suriah. Dalam pertemuannya dengan Presiden Suriah, Bashar al-Asaad, di Damaskus Senin mereka menyepakati pendekatan yang akan digunakan untuk penyelesaian konflik Suriah, dan akan menawarkan hal tersebut kepada pihak oposisi Suriah.

Iran sebelumnya menyatakan tidak setuju atas segala bentuk intervensi di negara sekutunya, Suriah. Namun, Iran menganjurkan pemerintah Suriah untuk mengikuti tuntutan masyarakatnya dan melaksanakan reformasi.

Mengenai rencana Annan, Carney juga menekankan pentingnya dukungan dari dunia internasional dalam penerapan pendekatan baru yang diusung Kofi Annan untuk penyelesaian konflik Suriah. Selain itu ia juga mengatakan bahwa Presiden Bashar sudah sepantasnya mengundurkan diri dan memberikan jalan bagi transisi politik di negerinya.

"Kami masih ragu tentang kesungguhan Presiden Bashar untuk menepati komitmennya, yang juga menjadi alasan lain mengapa ia sudah tidak masuk akal lagi bagi masa depan Suriah," katanya.

Konflik di Suriah sudah berlangsung 16 bulan, dimulai sejak Maret 2011 dan menurut para pengamat saat ini sudah merenggut sekitar 17 ribu korban. Konflik itu terjadi setelah adanya gerakan antipemerintah yang menuntut Presiden Bashar mundur dari jabatannya.

Presiden itu menduduki jabatannya sejak tahun 2000 menggantikan ayahnya, Hafez al-Asaad, yang meninggal setelah memerintah Suriah selama 29 tahun.

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement