REPUBLIKA.CO.ID, Amal Ahli Madinah yaitu praktik hukum yang disepakati (ijmak) penduduk Madinah. Persoalan praktik penduduk Madinah dalam kajian usul fikih dibicarakan dalam pembahasan sumber dan dalil hukum Islam.
Dalam sejarah Islam, Madinah mempunyai posisi istimewa yang melebihi kota-kota lainnya, terutama pada dua abad pertama Hijriah.
Sebagaimana diungkapkan Imam Malik, Kota Madinah adalah:
- Kota tujuan hijrahnya Nabi SAW.
- Kota tempat berdirinya negara Islam.
- Kota turunnya wahyu Alquran.
- Penduduknya hadir ketika turunnya wahyu itu.
- Mereka taat dan melaksanakan ajaran wahyu tersebut.
- Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, misi agama Islam itu dilanjutkan oleh para sahabat yang mayoritas menetap di Kota Madinah.
- Para sahabat itu dikenal sebagai orang yang paling mengikuti ajaran agama, dan
- Para tabi’in di Madinah melanjutkan tradisi yang dikembangkan para sahabat.
Disebabkan berbagai keistimewaan itu, sebagian ahli fikih kemudian menaruh perhatian penting pada Kota Madinah dan memandang pendapat dan praktik ajaran Islam yang dilakukan penduduk kota ini lebih baik daripada pendapat dan praktik hukum yang lain.
Itu pulalah yang mendorong Imam Malik berpendapat bahwa praktik (atau ijmak) penduduk Madinah merupakan hujah (argumentasi) dan merupakan dalil hukum Islam.
Mazhab Maliki berpendapat bahwa praktik penduduk Madinah merupakan dalil hukum Islam yang kelima. Mazhab ini dalam menetapkan hukum Islam berpedoman pada Alquran, sunah Rasulullah SAW, ijmak, kias, praktik penduduk Madinah, pendapat para sahabat Nabi SAW, istihsan, istishab, dan Saddaz Az-Zari'ah.
Akan tetapi, banyak juga ulama usul fikih yang menolak pendapat Imam Malik tersebut, seperti Al-Lais bin Sa'ad, ulama yang semasa dengan Imam Malik. Ia menyatakan bahwa walaupun Madinah adalah kota para sahabat yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar, tetapi banyak di antara mereka yang meninggalkan Kota Madinah dan menetap di kota-kota Islam lainnya, baik untuk tujuan jihad maupun untuk tujuan menyebarkan dan mengajarkan ajaran agama Islam.