REPUBLIKA.CO.ID, Craig Robertson dibesarkan sebagai penganut Katolik Roma. Pemuda asal Vancouver Kanada ini, menghabiskan masa awal kanak-kanaknya dengan mengunjungi gereja.
Namun ketika dia beranjak remaja, Craig mulai menolak segala konsep agama dan ketuhanan. Dia mulai ragu dan menganggap agama adalah omong kosong belaka.
Suatu hari akhirnya Craig mengenal Islam. Seorang teman Kristennya, membawa seorang anak laki-laki Muslim ke hadapan Craig dan sekitar 12 teman Kristianinya yang lain. “Kami kemudian mengulahinya tentang Kristen dan menjelek-jelekkan dirinya serta agamanya,” katanya.
Namun anak laki-laki tersebut merespons hinaan yang diterimanya dengan tenang. Dia hanya tersenyum dan bilang bahwa tidak ada Tuhan selain Tuhan yang dipercayanya dan menyatakan begitu cintanya dia dengan agamanya.
“Respons yang ditunjukkan membuat saya merasa terkejut,” katanya.
Ketika pulang, anak laki-laki itu meninggalkan sebuah Alquran. Entah sengaja atau tidak, yang jelas, Craig kemudian membaca kitab suci umat Islam tersebut.
Ia begitu terpengaruh atas apa yang tertulis di dalam Alquran. “Semua yang dijelaskan di dalam Alquran terasa lebih rasional ketimbang Alkitab,” katanya.
Namun kesadaran tersebut membuatnya marah. Dia berhenti membaca Alquran dan berusaha melupakan seagala sesuatu yang disampaikan di dalam kitab tersebut.
Tanpa disadari, betapa segala yang telah dibacanya telah merasuk begitu jauh ke dalam jiwanya.
Lalu satu kejadian lagi menyadarkannya. Teman-teman Kristennya ternyata tidak sebaik yang dipikirkannya.
“Mereka memperkosa pacar saya dan saya terlalu mabuk untuk menghentikan perbuatan mereka,” katanya.
Dunia rasanya seakan runtuh. “Saya dikhianati oleh sejumlah teman. Mereka yang seharusnya dekat dengan Tuhan dan bekerja bersama sama untuk mencapai surga. Saya merasa kosong kembali. Mengapa Tuhan membiarkan semua hal tersebut menghampiri saya,” katanya.
Namun tak berapa lama, manager tempat dia bekerja memberi tahunya bahwa seorang Muslim akan bergabung bersama mereka. Teman kerjanya yang lain menjauhi si Muslim dan tidak membiarkannya memperkenalkan Islam pada mereka.
Namun Craig malah menjalin hubungan baik dengannya. Craig sangat terkesan melihat tingkah laku teman muslimnya itu yang begitu baik. “Dia tidak menyumpah. Tidak pernah merasa marah, dan selalu terlihat tenang. Dia juga sangat baik dan sangat menghargai orang lain,” katanya.
Mereka pun semakin sering berdiskusi tentang agama. Namun semakin dia diperkenalkan dengan Islam. Semakin dia merasa defensif. Sampai akhirnya merasa sangat marah. “Saya marah karena saya sadar dia benar,” tuturnya.
Craig semakin bingung. Dia berusaha untuk meyakinkan dirinya bahwa Kristen adalah agama yang paling benar. Dia berdoa dan berdoa dan berusaha meningkatkan keimanannya terhadap Tuhan yang selama ini dipercayainya.
“Saya menangis sambil berdoa. ‘Yesus, Tuhan, Buddha, apapun wujudnya Engkau. Mohon.. mohon… bimbing saya. Saya membutuhkanmu. Bila Kristen adalah agama yang paling benar, kuatkanlah hati saya. Dan apabila Islam, bawalah saya padanya,” katanya.
Lalu Craig terdiam. Keyakinan menghampirinya. Dia tahu apa jawaban doanya.
Hari berikutnya, di tempat kerja, Craig menghampiri teman Muslimnya tersebut. “Bagaimana cara saya menyapamu?” tanyanya. Sang teman bingung dan bertanya maksud dari pertanyaan Craig.
“Saya ingin menjadi Muslim,” jawab Craig dengan tegas. Seketika sang teman memeluknya dan berteriak “Allahu Akbar!”. Kemudian Craig memulai perjalannya sebagai Muslim.
Setelah menemukan Islam, Craig mengubah namanya menjadi Abdullah Al-Kanadi dan memperbaiki hubungannya dengan keluarganya. Dia mengaku menemukan kedamaian setelah memeluk Islam.
Dia begitu terkesan betapa Islam begitu mengatur hidup umatnya. Membuat mereka terhindar dari hal-hal jahat yang disediakan dunia. Dia pun semakin optimis memandang hidup.
“Saya tahu bahwa segala tantangan ada jalan keluarnya dan Islam adalah sebuah solusi atas semua masalah. Bahwa apapun yang terjadi, kita harus bersabar dan selalu kembali pada Allah,” katanya. Dia merasa beruntung menjadi Muslim.