REPUBLIKA.CO.ID, Pakar arkeologi Islam, Prof Dr Uka Tjandrasasmita, mengungkapkan, sebagian besar naskah tersebut berada di Belanda, tepatnya di Universitas Leiden.
Pada masa penjajahan Belanda, mereka melakukan pengumpulan, kemudian melakukan pencurian dan penjarahan terhadap manuskrip-manuskrip Islam klasik untuk kepentingan mereka.
Hal itu dilakukan untuk melanggengkan penjajahan dan menghilangkan jejak peradaban Islam dari sumbernya aslinya di Timur Tengah.
Dengan dirampasnya karya-karya para ulama, kata dia, umat Islam di nusantara menjadi kehilangan sumber autentik perkembangan Islam. Inilah yang menyebabkan penjajahan berlangsung hingga ratusan tahun.
Menurut Uka, naskah-naskah klasik yang ditulis dengan huruf Jawi dan bahasa Melayu yang ada di Perpustakaan Nasional Jakarta hanya sekitar 1.000 naskah. Yang lainnya, yang menggunakan huruf Arab atau bahasa Arab jumlahnya lebih sedikit.
Di Belanda, manuskrip Islam asal Indonesia yang ditulis dengan bahasa Jawi mencapai lebih dari 5.000 naskah. Belum lagi manuskrip yang ditulis dengan huruf Pegon atau huruf Arab dan bahasa Arab, jumlahnya jauh lebih banyak.
Henri Chambert-Loir dan Oman Fathurahman dalam buku bertajuk Khazanah Naskah: Panduan Koleksi Naskah-Naskah Indonesia Sedunia, mengungkapkan, naskah-naskah klasik hasil karya para ulama nusantara yang berada di luar negeri ini tidak hanya ada di Belanda, tetapi diperkirakan juga tersebar di hampir 27 negara lainnya, yakni Afrika Selatan, Amerika Serikat, Austria, Australia, dan Belgia.
Kemudian Brunei Darussalam, Republik Cheska, Slowakia, Denmark, Hongaria, India, Inggris, Irlandia, Italia, Jerman, Malaysia, Mesir, Norwegia, Polandia, Perancis, Rusia, Singapura, Spanyol, Srilanka, Swedia, Swiss, dan Thailand.