Jumat 03 Aug 2012 21:28 WIB

AS Desak Dua Sudan Selesaikan Sengketa Minyak

Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
 Pasukan Sudan mengamati pipa minyak yang terbakar akibat serangan bom di kota Heglig, Sudan, Kamis (24/4) lalu.
Foto: Abd Raouf/AP
Pasukan Sudan mengamati pipa minyak yang terbakar akibat serangan bom di kota Heglig, Sudan, Kamis (24/4) lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, UBA -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton, pada Jumat mendesak Sudan Selatan dan Sudan menghentikan sengketa minyak, yang nyaris membawa kedua negara itu ke dalam perang. Hillary mengunjungi negara paling baru Afrika itu untuk pertama kali pada Jumat, beberapa jam setelah tenggat Dewan Keamanan berakhir bagi dua negera itu menyelesaikan daftar panjang sengketa, mulai dari keamanan perbatasan hingga pembayaran minyak.

Kedua negara berda diambang perang penuh April setelah pertempuan di perbatasan meningkat. Aksi itu ialah kekerasan terburuk sejak Sudan Selatan merdeka sesuai dengan perjanjian tahun 2005 yang mengakhiri perang saudara puluhan tahun dengan Khartoum.

Kemerdekaan Sudan selatan dari Sudan menimbulkan sejumlah masalah yang belum diseleaikan termasuk demarkasi perbatasan yang disengketakan dan bagaimana Sudan Selatan yang tidak memiliki pelabuhan itu mengekspor minyaknya melalui daerah Sudan utara. Minyak adalah penghasil ekonomi kedua negara.

Hillary mengatakan dua negara itu harus mencapai satu perjanjian mengenai minyak itu sebagai satu langkah pertama untuk mengakhiri permusuhan. Juba membuat ekonomi kedua negara pada kekacauan ketika negara itu menghentikan produksi minyaknya Januari untuk mencegah Khartoum mengusai minyak yang menurut Juba tidak dibayar.