REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepemilikan saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) harus kembali kepada pemerintah setelah masa kontrak kerja sama dengan Jepang berakhir pada Oktober 2013. Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN menyatakan kesiapannya untuk membeli 58,87 persen saham Inalum yang kini dikuasai konsorsium perusahaan Jepang Nippon Asahan Aluminium (NAA). “Jepang (Nippon Asahan Aluminium) sudah tidak dapat memperpanjang kontrak kerja sama lagi. Lagi pula, Indonesia merugi selama 22 tahun karena kerja sama tersebut,” kata Agus di Jakarta, Jumat (3/8).
Menurut Agus, kementerian yang dipimpinnya menghendaki saham Inalum dikuasai sepenuhnya oleh negara. Adapun pemerintah masih mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang diusulkan selain dari Kementerian Keuangan. “Rekomendasi Kementerian Keuangan sudah jelas, Inalum harus kembali kepada pemerintah agar lebih menguntungkan Indonesia. Sementara, posisi pemerintah masih dalam taraf diskusi,” kata Agus.
Ketua Tim Perunding Perjanjian Kerja Sama PT Inalum MS Hidayat mengungkapkan, perundingan resmi dengan Jepang akan dimulai Agustus atau September tahun ini. “Pengakhiran kerja sama akan dilakukan penandatanganannya pada Oktober ini,” kata Hidayat seusai rapat koordinasi membahas proyek Asahan dan rencana pengambilalihan Inalum, Jumat (3/8).
Saat ini laporan tim negosiator perwakilan Indonesia yang berbicara dengan Jepang masih dalam kajian. Dia enggan berspekulasi mengenai kemungkinan Inalum akan dijual ke perusahaan BUMN atau perusahaan swasta asing maupun lokal setelah dibeli pemerintah. “Yang utama, kembali dulu kepada pemerintah secara penuh. Soal apakah akan diberikan opsi ke BUMN atau non-BUMN itu nomor dua,” kata Agus.
Menurut Menteri Perindustrian ini, setelah penandatanganan akhir kerja sama, akan ada masa transisi selama setahun, sebelum Pemerintah Indonesia secara resmi mengambil alih perusahaan pengolahan mineral tambang ini. Ada masalah-masalah krusial yang mesti dirundingkan, masih ada proses audit, second opinion dari konsultan, dan sebagainya. Tapi, pada prinsipnya pemerintah tetap bertekad menyelesaikan pembelian 100 persen saham Inalum.
Dengan pembelian Inalum ini, Hidayat memastikan, tak akan lagi ada impor alumina dan ekspor bauksit. Pengolahan bahan mineral itu dilakukan di perusahaan yang berlokasi di Sumatra Utara ini. “Sekarang ini bauksit diekspor ke luar negeri, produk setengah jadinya alumina kita impor. Ini tidak akan terjadi lagi. Saya akan minta investor untuk eksplorasi bauksit yang dibuat di Indonesia untuk kepentingan suplai Inalum,” kata Hidayat.