Selasa 07 Aug 2012 14:19 WIB

Pendapatan Perkapita tak Jamin Kesejahteraan Merata

Rakyat Papua butuh kesejahteraan.
Foto: Republika Online/Chairul Akhmad
Rakyat Papua butuh kesejahteraan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendapatan per kapita Indonesia sebesar 3.000 dolar AS tidak menjamin kesejahteraan untuk semua lapisan masyarakat. Menurut pengamat IPB, Iman Sugema, bahkan dalam empat tahun terakhir terjadi ketimpangan ekonomi kian lebar akibat penguasaan aset oleh masyarakat kelas atas.

"Sebagai negara yang diakui memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi di kawasan ASEAN, ternyata ketimpangan itu semakin besar. Ini berarti pertumbuhan ekonomi yang dicapai beberapa tahun ini hanya dinikmati golongan atas,"  kata Direktur International Center for Applied Finance and Economics (InterCAFE) IPB Iman Sugema di Jakarta, Selasa (7/8).

Ketimpangan kesejahteraan, menurut Iman, masih belum bisa diatasi dengan baik. Masih ada 15,3 persen penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dan 20 persen penduduk hampir miskin.

"Pemerintah harus mengatasi masalah kemiskinan di dalam negeri. Dengan pendapatan per kapita sebesar 3.000 dolar AS, seharusnya penduduk miskin bisa berkurang," paparnya.

Sedangkan pengamat ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latief Adam mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi tidak terkait langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Itu tercermin dengan membesarnya kesenjangan antara kemiskinan dan pengangguran.

"Jika dilihat dari selisih persentase penurunan kemiskinan dengan pengangguran, terlihat jelas jumlah orang yang bekerja namun berkategori miskin masih cukup besar,"katanya.

Latief menambahkan, terjadi deviasi yang cukup besar antara penciptaan lapangan kerja dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Idealnya, seperti di negara lain, pengurangan pengangguran sudah otomatis menekan kemiskinan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement