REPUBLIKA.CO.ID, Proses transformasi jiwa ini dimungkinkan oleh kekuatan logis pikiran yang merupakan perluasan dari prinsip intelektual Muslim. Disini, hati (qalbu) memegang peran penting mengantarkan proses itu terjadi.
Hati (qalbu) dengan bakat nalurinya bersedia menerima segala hakikat pengetahuan sebagaimana yang terjadi pada diri Muhammad SAW saat dipaksa oleh Malaikat Jibril membaca wahyu pertama. Padahal, saat itu Rasul SAW tak bisa membaca dan menulis.
Dengan tuntunan Jibril, yang mengulang perintahnya sampai tiga kali, akhirnya Muhammad SAW dapat membaca ayat-ayat pertama tersebut dengan lancar. Maka, sangatlah wajar bila Alquran sebagai penuntun hidup manusia sangat mudah didekati oleh yang jernih.
Lewat pendekatan qalbu ini, kedalaman dan ketinggian risalah llahiyah akan dapat diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini ditegaskan Alquran yang mengabadikan penerimaan hati Rasulullah SAW saat menerima wahyu pertama. Matinya tidak mendustakan apa yang telah diiihatnya (QS 53:11).
Ini berarti sebelum akal pikiran Muhammad SAW menerima kebenaran Ilahi, qalbu telah menerimanya terlebih dulu. Alangkah baiknya bila pada bulan Ramadhan kita lebih mendalami Alquran lewat pendekatan hati (qalbu).
Suasana Ramadhan yang penuh kemuliaan, kesucian, dan keberkahan secara pasti mendorong upaya tersebut. Dengan demikian pada saat mengakhiri Ramadhan kita telah menjadikan Alquran sebagai keseluruhan tingkah laku atau berakhlak. Tentu saja, akhlak yang kita harapkan sebagaimana Rasulullah SAW berakhlak. Sesungguhnya akhlak Rasulullah adalah Alquran.