Senin 13 Aug 2012 12:26 WIB

Etika Mengumandangkan Azan

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Seorang muazin saat mengumandangkan azan di salah satu masjid di Jakarta.
Foto: Republika/Agung Supri
Seorang muazin saat mengumandangkan azan di salah satu masjid di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Shalat, selain merupakan salah satu rukun islam, ia juga menjadi pondasi agama Islam. Demikian juga dengan orang yang mengumandangkan azan yang sejatinya menyeru umat Islam untuk mendirikan ibadah yang menjadi pondasi agama tersebut.

Muazin adalah posisi yang mulia dalam Islam. Bagaimana tidak, seorang yang mengajak dan menyeru umat manusia untuk menyembah Allah. Untuk itu, bagi seorang muazin haruslah memerhatikan hal-hal berikut:

1. Melaksanakan azan haruslah semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT dan tidak mengambil upah darinya. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmizi dari Usman bin Abi Al-Ash).

2. Sebelum mengumandangkan azan, seorang muazin harus suci dari hadas kecil maupun hadas besar. (HR. Ahmad bin Hanbal, Abu Dawud, dan At-Tirmizi dari Al-Muhajir bin Qunfaz).

Namun menurut Imam Asy-Syafi‘i, muazin boleh tidak suci tetapi makruh hukumnya. Sementara menurut Imam Ahmad bin Hanbal dan ulama Mazhab Hanafi, boleh saja dan tidak makruh.

3. Ketika mengumandangkan azan hendaknya menghadap kiblat. Hal ini berdasarkan ijmak para sahabat.

4. Menolehkan kepala, tengkuk, dan dada ke kanan ketika membaca "hayya alas shalah” dan ke kiri ketika membaca "hayya alal falah". (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Juhaifah).

Sementara itu, Ibnu Qudamah mengatakan bahwa cara itu bukan merupakan anjuran, kecuali kalau muazin berada di atas menara dengan tujuan bisa didengar oleh pendengarnya dari dua arah (kiri dan kanan).

5. Dianjurkan memasukkan dua anak jari ke telinga. Hal ini sebagaimana pengakuan Bilal bin Rabah sendiri ketika mengumandangkan azan. (HR. Abu Dawud).

6. Dianjurkan meninggikan suara, walaupun ia seorang diri di gurun pasir atau tempat terpencil. (HR. Bukhari dari Abdur Rahman bin Abi Su'bah).

7. Dianjurkan mengumandangkan azan dengan suara panjang dan lama. Disamping itu, dianjurkan juga untuk membatasi setiap dua kalimatnya dengan diam sejenak. Berbeda dengan ikamah, justru dianjurkan mengucapkannya dengan segera. Hal ini sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Mu'az bin Jabal setiap kali azan. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Nafi').

8. Makruh bercakap-cakap ketika azan dan tidak boleh sama sekali ketika ikamah. (HR. Abu Dawud dari Al-Hasan dan Ata bin Abi Rabah).

9. Dianjurkan kepada orang ikamah adalah orang yang mengumandangkan azan sebelumnya. (HR. at-Tirmizi dari Ziyad bin Haris).

sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement