REPUBLIKA.CO.ID,MOSKOW -- Departemen Informasi dan Pers Kementerian Luar Negeri Rusia kembali menyatakan penyelundupan senjata ke Suriah tidak bisa diterima. Melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (24/8), Rusia mewanti-wanti mereka yang mengemukakan ide ini tentang akibat kegiatan tersebut.
Persenjataan menjadi semakin berbahaya dalam keadaan aktivisasi di wilayah Suriah anasir yang berhubungan dengan jaringan teroris dan ekstremis internasional. Belakangan ini baik media massa Rusia maupun media massa Barat memuat informasi tentang pasokan senjata kepada oposisi Suriah melalui wilayah negara-negara ketiga. Negara-negara ketiga tersebut di antaranya adalah Libya, Turki dan Lebanon. Pasokan ini dibiayai oleh sejumlah negara Teluk Persia.
Baru-baru ini televisi Swiss menayangkan reportase tentang penggunaan granat tangan buatan Swiss oleh para militan oposisi Suriah. Ada juga informasi yang menyebutkan para pemberontak menerima granat berpeluncur roket dan meriam penangkis serangan udara portabel. Senjata ini digunakan oleh oposisi untuk melawan tentara Suriah.
Menurut surat kabar Inggris Sunday Times, senjata itu terus dipasok kepada oposisi Suriah melalui wilayah Lebanon. Beberapa waktu lalu di Komite Sanksi Dewan Keamanan PBB terhadap Libya, Rusia menegaskan keperluan menyiasati kejadian dengan kapal “Lutfullah-2” yang mengangkut senjata untuk militan Suriah.
Kapal tersebut berhasil dicegat oleh Angkatan Laut Lebanon di perairan wilayah Lebanon. Diketahui bahwa kapal ini membawa beberapa kontainer senjata api ringan serta pelontar granat yang serupa dengan pelontar granat yang digunakan oleh pemberontak Libya dan bahan peledak dalam jumlah yang banyak.