REPUBLIKA.CO.ID, Syekh Yusuf Al-Qradhawi dalam kitabnya yang berjudul “Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam” mengutip sebuah riwayat tentang diperbolehkannya permainan boneka dan jual beli mainan berbentuk itu untuk konsumsi anak-anak.
Hadis yang dimaksud, tak lain adalah riwayat seorang sahabat perempuan (shahabiyah) yang terkenal dengan riwayat-riwayat yang nadir.
Nadir dalam artian, topik utama di balik hadis itu adalah persoalan yang langka terjadi dan jawabannya sangat ditunggu umat Islam.
Dalam hadis itu, sang perawi utama (rawi al-a’la), mengisahkan ia pernah bermain boneka berbentuk anak perempuan di sisi Rasulullah SAW.
Boneka itu berfungsi bukan hanya sebagai penghibur, melainkan juga sarana mendidik anak-anak. Konon, para ibu telah mengajari putra-putri mereka berpuasa. Bila si buah hati menangis, mereka memberikan boneka tersebut hingga waktu berbuka puasa tiba.
Nabi tidak berkomentar apa pun. Beliau hanya berdiam diri. Sikap diam yang ditunjukkan Rasulullah menyikapi sebuah masalah itu, menurut kajian ilmu hadis lantas dikenal dengan taqrir atau ketetapan. Riwayat itu pun lantas menjadi legalitas dan dasar kuat diperbolehkannya boneka untuk kalangan anak-anak.
Shahabiyah, perawi hadis itu ialah Ar-Rabi binti Muawwadz an-Najjariyyah. Sejak mengikrarkan dua syahadat dan terlibat dalam peristiwa Baiat Aqabah, perempuan yang bernama lengkap Ar-Rabi binti Muawwadz bin Afra bin Haram bin Jundub al-Anshariyah an-Najjariyah, menyatakan pengabdian penuh terhadap Rasulullah.
Bentuk bakti itu terlihat dari keseriusannya belajar Islam dan merekam segala apa yang bersumber dari Rasulullah. Tak heran, ia termasuk salah satu shahabiyah yang memiliki sanad kuat. Dan, riwayat yang dimiliki tergolong istimewa.
Selain hadis di atas, ada lagi misalnya riwayatnya soal tata cara wudhu yang dilakukan Rasulullah. Ia menyatakan, saat wudhu, Nabi mengusap kepala dua kali dari arah bagian belakang menuju depan serta mengusap kedua telinga yang mencakup bagian luar dan dalam. Walaupun begitu, sangat disayangkan tidak ada informasi yang akurat terkait berapa hadis yang ia riwayatkan.