Selasa 30 Oct 2012 15:15 WIB

Syarif Tanudjaja, Musibah Membawanya pada Hidayah (1)

Rep: Fitria Andayani/ Red: Chairul Akhmad
Ketua PITI DPW DKI Jakarta, HM Syarif Tanudjaja (tengah berpeci).
Foto: blogspot.com
Ketua PITI DPW DKI Jakarta, HM Syarif Tanudjaja (tengah berpeci).

REPUBLIKA.CO.ID, Etnis Tionghoa menyebar di seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia.

Meski di Indonesia tergolong minoritas, mereka bisa juga berbaur dengan umat Islam yang merupakan mayoritas.

Salah satu yang membantu proses pembauran itu adalah para Muslim Tionghoa yang rata-rata adalah mualaf.

Dari sekian banyak Muslim Tionghoa, satu di antaranya adalah HM Syarif Tanudjaja SH. Pria yang menjabat Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) DKI Jakarta ini menjadi Muslim pada 1975 setelah melalui proses ujian hidup.

Pria yang memiliki nama Tionghoa Tan Lip Siang ini mendapat hidayah ketika dibelit kesusahan. Ia terjerat utang yang tidak sedikit. Padahal, utang tersebut diambilnya untuk membantu orang lain.

“Saya saat itu tidak habis pikir saja. Bagaimana mungkin niat baik itu akhirnya memberikan masalah ke dalam kehidupan saya?” kata pria kelahiran Cianjur, 20 Maret 1950 ini.

Hal itu tak seperti teori yang diajarkan agamanya saat itu, yakni perbuatan baik dibalas pula dengan kebaikan. Namun, dalam kasus Syarif, balasan yang diperolehnya hanyalah kesulitan baru.

Ia pun berusaha mencari jawaban atas keraguan tersebut melalui agamanya. Ia selalu percaya, agama bisa membuat seseorang menyelesaikan masalahnya. Setidaknya menemukan kedamaian saat mendapatkan cobaan hidup.

Namun, dia harus kecewa. “Pada ajaran agama Kristen, saya temukan dan saya ketahui adalah ketentuan-ketentuan akan dosa warisan. Maksudnya, akibat dosa Adam dan Hawa mengakibatkan manusia menanggung dosa warisan. Artinya, sekali pun bayi yang baru dilahirkan, sudah harus dianggap tidak suci lagi akibat dosa warisan Adam dan Hawa itu,” terangnya.

Dia berusaha untuk memahami konsep dosa warisan tersebut, namun yang ditemukannya adalah penjelasan yang membuat nya makin bingung. Misalnya, ketika Yesus ditanya oleh seorang Farisi, “Apakah yang menyebabkan anak tersebut menjadi cacat? Mungkinkah karena dosa kedua orang tuanya atau dosa siapa?”

Yesus kemudian menjawab kepada orang Farisi tersebut, “Anak ini menjadi cacat akibat dosa ibu bapaknya dan bukan dosanya sendiri. Tetapi, karena Allah akan memperlihatkan kasih-Nya.”

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement