REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Sekjen Kemenag Bahrul Hayat menyatakan negara hanya membiayai Menteri Agama dan istrinya sebagai pendamping serta tidak ada keluarga lain. "Yang dibiayai oleh negara adalah Pak Menteri dan istri (sebagai pejabat negara), sekretaris, ajudan dan staf khusus. Selain itu tidak ada yang dibiayai oleh Kementerian Agama," katanya di Jeddah, Rabu (31/10).
Dalam siaran persnya, Bahrul mengemukakan hal itu menanggapi tudingan Menteri Agama Suryadharma Ali membawa keluarga banyak, sedangkan Wakil Ketua Komisi VI DPR Erik Satrya Wardhana dan Wakil Ketua Komisi IX Irgan Chairil Mahfuz membayar sendiri.
"Itu tidak benar," kata Bahrul terkait dengan pemberitaan di sejumlah media tentang tim atau rombongan yang berangkat bersama dengan Menteri Agama sebagai Amirul Hajj dalam pelaksanaan haji tahun ini.
Semua yang mendampingi Suryadharma adalah yang resmi bertugas. Di luar itu, adalah tanggung jawab dari masing-masing individu, dan tidak ada yang dibiayai oleh Kementerian Agama. "Mereka berangkat dengan travel yang dipilih sendiri," kata Bahrul.
Dijelaskannya, keikutsertaan staf khusus diminta untuk membantu mengamati agar pelaksanaan ibadah haji, khususnya penyelenggaraan ibadah haji di Arafah dan Mina dapat berjalan dengan baik.
Total anggota rombongan Amirulhajj yang dibiayai negara adalah 10 orang, termasuk Menteri Agama. Suryadharma adalah Amirulhajj tahun ini. Beberapa media menyebut terdapat 35 orang dalam rombongan Suryadharma Ali.
Bahrul juga nenyatakan anggaran yang digunakan rombongan resmi itu juga sudah sesuai dengan aturannya, baik jangka waktu, biaya per hari dan kelas dalam pemilihan tiket.
Pada kesempatan yang berbeda, Wakil Ketua Komisi VI DPR Erik Satrya Wardhana dan Wakil Ketua Komisi IX Irgan Chairil Mahfuz mengaku dirinya membayar sendiri, meski berada dalam satu rombongan dengan Menteri Agama. "Saya berangkat dengan menggunakan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) Al Amin (dengan BPIH atau ONH Plus)," katanya.
Ia mengaku keinginan haji itu muncul sekitar sebulan lalu sebelum musim haji tiba, karena tahun depan akan menjadi tahun politik bagi Indonesia. Setelah itu, dirinya menanyakan kemungkinan dapat visa. Temannya mengatakan ada visa dari rombongan Menteri yang mengundurkan diri.
Dia lalu mengontak 'Al Amin' untuk membeli tiket senilai 360 dolar AS. Untuk akomodasi, dia membayar dobel karena kamar yang bisa berbagi digunakan sendiri. "Saya tidak memperhitungkan besaran biaya yang dikeluarkan karena untuk beribadah seharusnya tidak boleh perhitungan," kata Erik.
Dia juga mendapat informasi dari Suryadharma Ali bahwa setiap tahun ada kuota yang tidak terpakai karena jamaahnya meninggal, mengundurkan diri, sakit, dan alasan lainnya.
Sisa kuota tersebut dikumpulkan menjadi sisa kuota nasional lalu dikembalikan ke daerah agar suami atau istri yang terpisah bisa berangkat bersama dan pembimbing haji di daerah juga bisa mendampingi jamaahnya. "Sisanya menjadi kewenangan Menteri Agama untuk dipergunakan menambah petugas pengawas, pemantau, pelayanan dan sebagainya," kata politisi dari Partai Hanura itu.
Ia mengaku dirinya hanya satu pesawat dengan Menteri ketika berangkat, setelah itu pisah karena akomodasi selama di Madinah, Makkah dan Jeddah disediakan Al Amin, termasuk saat di Mina.
Sementara Irgan saat ditemui di Arafah mengatakan dirinya berangkat dengan biaya sendiri. "Walau saya satu partai dengan Pak Menteri, tetapi saya berangkat dengan biaya sendiri," katanya. Irgan menyebut salah satu travel yang memfasilitasi dirinya selama di Tanah Suci.