REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Abdullah Sammy
Ada satu pengecualian di sepak bola, yakni Diego Maradona.
Terlepas sosoknya yang kerap menerobos aturan disiplin, Maradona tetaplah pemain yang luar biasa. Bakat, prestasi, dan reputasinya terlalu besar untuk dihadang sisi kontroversi.
Namun akibat ketidakdisiplinannya menjaga prilaku, Maradona harus rela catatan kariernya harus ditutup tragis lewat deretan sanksi dan ancaman penjara. Itulah Maradona, pemain yang sempat terjerat masalah narkoba hingga perkelahian brutal di dalam maupun luar lapangan.
Di Indonesia, ada pemain yang memiliki nama depan sama, Diego, namun kemampuannya boleh dibilang hanya 'seujung kuku' Maradona. Diego sapaannya, Michiels nama belakangnya.
Boleh dikata, Diego Michiels adalah 'pemain buangan' di negeri kelahirannya Belanda. Karier profesionalnya tidak lebih berkutat di klub 'level kabupaten' bersama tim Go Ahead Eagles. Itu pun hanya 16 kali dia bermain.
Jangankan mimpi masuk tim nasional Belanda, menembus seleksi masuk tim Eredivisie saja Diego kesulitan. Walhasil, ketika ada 'peluang kerja' bermain sepak bola di Indonesia, pemain berusia 22 tahun ini tanpa ragu memilihnya. Pilihan yang tidak terbukti salah karena namanya langsung dipanggil memperkuat tim nasional Indonesia di ajang Sea Games 2011.
Lewat program naturalisasi, Diego berkembang tidak hanya sebagai pesepakbola, namun selebritis di luar lapangan. Mulai banyak orang yang mengidolakan Diego sebagai pesepakbola dengan gaya 'rock star'; badan atletis, rambut mohawk, tubuh bertato.
Sayangnya, Diego yang mulai meroket pamornya mulai dihinggapi kontroversi. Mulai dari kepindahannya dari Pelita Kerawang yang mengundang kontroversi, hingga kasus indisipliner yang membuat pelatih timnas Indonesia, Nil Maizar, sempat mencoretnya Agustus lalu.
Diego masih beruntung karena Nil Maizar memberinya ampun. Dia pun kembali dapat kesempatan untuk ikut seleksi tim nasional Indonesia menuju Piala AFF 2012.
Namun sekitar sebulan setelah kata ampunan diberikan, Diego Michiels kembali berulah. Tanpa izin manajemen timnas, pemain bergigi perak ini meninggalkan hotel tempat timnas menginap. Dia pun melanggar aturan timnas dengan pergi berpesta di sebuah klub hingga pukul 3 pagi.
Dua pelanggaran dalam satu malam ini masih belum cukup bagi Diego. Dia malah terlibat dalam persoalan yang tidak hanya melanggar aturan timnas, namun juga negara. Diego diduga teribat dalam aksi penganiayaan yang menimpa seorang pemuda hingga babak belur.
Sejak akhir pekan lalu, Diego sudah tidak lagi manusia bebas, melainkan tersangka pelaku penganiayaan yang menghuni hotel prodeo.
Hingga titik tulisan di atas, manajemen timnas masih saja bersikukuh hanya memberi hukuman potongan gaji 500 ribu per hari selama sepekan atas segala ulah Diego. Padahal hukum negara saja mengancam sanksi lima tahun bagi Diego jika terbukti melakukan penganiayaan!
Itu artinya hukum negara mengancam Diego tidak bisa memperkuat timnas hingga usianya menginjak 27 tahun!
Entah apa yang ada di benak manajemen timnas itu, namun manajer timnas, Habil Marati justru meminta penahanan Diego ditangguhkan. Habil tanpa ragu tetap ingin Diego mengganti baju tahanannya dengan baju Merah Putih Garuda.
Entah apa nanti jadinya kehormatan timnas Indonesia jika usulan manajemen timnas ini jadi kenyataan. Sejatinya, manajemen timnas patut malu bila menyaksikan kenyataan sepak bola di negeri lain.
Lihat saja timnas Chile yang mencoret nama pesepakbola terbaiknya, Arturo Vidal dan empat pemain lain, karena keterlambatan 45 menit dari batas waktu yang ditetapkan tim. Pun halnya apa yang dilakukan klub Juventus minggu ini yang menghukum Paul Pogba karena tidak disiplin mengikuti aturan tim.
Walhasil, Pogba yang sedang dalam performa terbaiknya dicoret dari tim Juventus ketika menghadapi Pescara. “keputusan hukuman ini bukan bertujuan sebagai sanksi, tapi didikan bagi Pogba,” ujar manajer Juventus, Giuseppe Marotta.
Apa yang dikatakan Marotta sejatinya tamparan bagi manajemen timnas Indonesia yang tetap ngotot mempertahankan Diego Michiels. Karena jika ukurannya mempertahankan Diego hanya soal kebutuhan di lini pertahanan, maka harga yang dibayar terlalu mahal.
Sebaliknya, Diego akan memberikan 'pendidikan buruk' pada pemain maupun pemuda di seluruh Indonesia jika tetap dipertahankan. Itu artinya ada sebuah 'pembenaran' atas tindakan melanggar disiplin maupun melanggar hukum negara.
Lagipula buat apa mempertahankan Diego karena masih ada pemain lain yang bisa menggantinya. Karena Diego sejatinya bukan pengecualian, karena Diego bukanlah Maradona!