REPUBLIKA.CO.ID, Rasyad Kahlifa, intelektual muslim dari Mesir yang kemudian tinggal di Amerika Serikat, hanya mengakui Alquran sebagai satu-satunya sumber ajaran Islam.
Ia menolak otoritas hadis-hadis Rasulullah SAW sebagai sumber ajaran Islam.
Kassim Ahmad, pemikir Islam dan mantan ketua Partai Sosial Rakyat Malaysia, mempunyai pandangan yang sama dengan Rasyad Kahlifa tentang keberadaan hadis-hadis Nabi SAW. Kassim Ahmad mengajak umat Islam agar meninggalkan hadis.
Karena hadis menurutnya, adalah ajaran palsu yang dikaitkan dengan Rasulullah SAW. Menurut penilaiannya, hadis merupakan salah satu penyebab terjadinya perpecahan di kalangan umat Islam karena dalam ajaran yang dibawa oleh hadis sering terdapat pertentangan antara satu dan yang lainnya.
Di Indonesia juga muncul tokoh-tokoh Ingkar Sunnah seperti Mochammad Ihram Sutarto yang menjadi tokoh dan pendiri aliran Ingkar Sunnah di Indonesia.
Dalam mengembangkan alirannya, ia dibantu oleh beberapa orang teman dekatnya, seperti Abdurrahman dan Lukman Saad. Mereka sebenarnya bukan ahli dalam agama Islam, melainkan pemerhati terhadap keislaman di Indonesia.
Dalam pembinaan dan pengembangan paham ini, mereka melakukan pendekatan kepada umat Islam. terutama generasi muda yang awam terhadap ajaran Islam. Mereka membentuk kelompok yang dikenal sebagai aliran Ingkar Sunnah, yang berpusat di Jakarta.
Pada pertengahan tahun 1983, aliran ini kemudian bermunculan di berbagai daerah di Jawa dan bahkan sampai ke luar Jawa seperti Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Riau.
Sebagai tokoh pencetus aliran ini, Sutarto menerbitkan sebuah buku/diktat yang menjadi pedoman bagi setiap anggota jamaahnya. Pada prinsipnya, buku itu berisi ajaran yang menolak sunah Nabi SAW sebagai sumber ajaran Islam.
Ia mengajak umatnya agar berpedoman hanya kepada Alquran dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal ibadah, tanpa harus mengikuti petunjuk Nabi SAW. Paham mereka ini sempat menimbulkan keresahan umat Islam di Indonesia.
Apalagi setelah diketahui bahwa sesungguhnya Sutarto itu bukan ahli agama Islam. Hal itu terungkap dalam suratnya (4 April 1983) kepada Majelis Ulama Indonesia DKI Jakarta, "Saya sebagai orang yang hanya mempunyai pengetahuan, bisa membaca Alquran tanpa bisa mengerti/mengetahui artinya dan tanpa dapat menulisnya, selain hanya dapat mencontoh, dan kadang-kadang masih banyak juga salahnya."
Dalam suasana seperti itu, pemerintah Indonesia merasa perlu turun tangan untuk membendung aliran tersebut dengan mengeluarkan Surat Keputusan Jaksa Agung No. Kep-169/J.A./1983 tertanggal 30 September 1983 yang berisi larangan terhadap aliran Ingkar Sunnah di seluruh wilayah Indonesia.