REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan memperkirakan popularitas calon Gubernur DKI Jakarta Jokowi tak akan goyah di putaran II setelah unggul sementara pada putaran I Pilkada.
Dalam menanggapi hasil hitung cepat (quick count) Pilkada DKI Jakarta, Rabu, Syahganda menyebut keunggulan sementara pasangan Jokowi - Ahok atas Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli amat mengesankan. Ia memperkirakan pada putaran II yang direncanakan 20 September mendatang, popularitas Jokowi tak akan goyah dalam memperebutkan posisi Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017.
"Popularitas Jokowi sebagai tokoh sederhana pilihan rakyat terus melambung ke putaran II sehingga keterpilihannya akan memuncak dibanding Fauzi Bowo," katanya.
Rakyat pemilih Jakarta sudah memberi tanda paling jelas bagi kemenangan Jokowi untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta berikutnya, kata Syahganda, meski pengumuman hasil suara atas Pilkada yang digelar Rabu ini belum dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta.
Menurut Syahganda, fenomena awal kemenangan Jokowi-Ahok menandakan adanya perlawanan rakyat menghadapi kemapanan elit yang memimpin Jakarta. Selain itu, dukungan besar kepada Jokowi pun memperjelas kekalahan tokoh elit yang sekedar dibangun oleh tahapan pencitraan berikut penggalangan politik oleh kekuasaan, termasuk elemen tokoh lain yang ditopang partai berpengaruh.
"Kemenangan Jokowi adalah hadiah yang diberikan rakyat Jakarta. Dengan demikian juga identik sebagai kemenangan seorang pemimpin berkarakter kerakyatan, menyatu dengan perasaan rakyat, dan bukan karena persiapannya untuk menjadi pemimpin dibuat-buat oleh perekayasaan komunikasi," kata Syahganda.
Ia menambahkan figur Jokowi tidak mungkin hadir untuk mengecoh rakyat Jakarta yang umumnya melek politik.
Sebaliknya, Jokowi yang kini masih menjabat Wali kota Surakarta tak berlebihan jika dianggap sebagai sosok pemimpin yang dibutuhkan warga Jakarta, guna mengemban tugas memajukan Kota Jakarta yang beradab serta memartabatkan kehidupan sosial ekonomi warganya.
Keberhasilan Jokowi yang tak mengandalkan pencitraan itu, katanya, menandakan kehadiran era pemimpin baru yang tak bisa sepenuhnya bergantung pada kemasan komunikasi. Apalagi, sejatinya pemimpin memang harus menyentuh wilayah hati nurani mewakili keinginan rakyat.
"Inilah era titik balik dari pencitraan ke hati nurani karena rakyat menghendaki pemimpin yang beriringan dalam kehidupan nyata secara bersama-sama," ujarnya.