REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pemerhati pemilihan kepala daerah DKI Jakarta menilai kinerja panitia pengawas (Panwas) Pilkada perlu ditingkatkan untuk mengawasi terjadinya pelanggaran-pelanggaran dan manipulasi suara dalam proses penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI.
"Suara pemilih di putaran pertama sangat rawan dimanipulasi. Apalagi selisih suara antara pemenang dan peraih suara kedua sangat tipis yang didasarkan atas penghitungan cepat," kata Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow di Jakarta, Rabu (11/7).
Oleh karena itu, kata dia, pengawasan kotak atau surat suara harus diperketat Panwas Pilkada mulai dari tingkat PPS, PPK, KPU Kota hingga KPU provinsi.
Berdasarkan hasil hitung cepat Lingkaran Survei Indonesia (LSI) sementara, suara masuk sudah mencapai 96 persen, dimana pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja (Ahok) memperoleh suara 43,04 persen, sedangkan pasangan incumbent Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli 34,17 persen.
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti, mengatakan keamanan pilkada relatif bagus dan kelas menengah yang selama ini enggan memilih, mau datang ke TPS. Namun, kinerja Panwaslukada masih minim dilihat dari banyak pelanggaran pemilu yang tak ditindaklanjuti.
Ray juga kecewa masih banyak kalangan kelas menengah yang tak bisa memilih hanya karena perusahaan tempat mereka bekerja tak memberikan waktu libur saat pencoblosan, terutama perusahaan asing.
Melihat hasil hitung cepat, ia memastikan bahwa pilkada DKI Jakarta pasti akan berjalan dua putaran, tetapi dirinya berharap Panwas Pilkada harus lebih berdaya karena tantangan putaran kedua jauh lebih berat.